Edisi 10 Kajian Tafsir Tartibun Nuzul | Quran Surat Al Muddatstsir Ayat 1-7 (Bagian 1)

By Redaksi 19 Nov 2024, 10:02:28 WIB Tafsir
Edisi 10 Kajian Tafsir Tartibun Nuzul | Quran Surat Al Muddatstsir Ayat 1-7 (Bagian 1)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ. قُمْ فَأَنْذِرْ. وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ. وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ. وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ. وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ. وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ.

 

Baca Lainnya :

“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabbmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah.” (QS Al-Mudattsir: 1-7)

 

Penjelasan

1.  Setelah Rasulullah menerima wahyu pertama, beberapa saat wahyu tidak turun. Namun para ulama berbeda pendapat tentang lama masa kevakuman tersebut.

2.  Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri mengatakan, pendapat paling kuat adalah riwayat Ibnu Sa’ad dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu, yang mengatakan masa vakum wahyu hanya berlangsung selama beberapa hari. Menurut riwayat masyhur, masa vakum wahyu terjadi selama tiga atau dua tahun setengah. Pendapat ini sama sekali tidak benar. (Rahîqul Makhtûm, hal, 45).

3.  Berkenaan dengan masa vakum wahyu ini dijelaskan hikmahnya oleh para ulama, yaitu:

a.   Menjadi jeda untuk beristirahat. Menerima wahyu bukan hal mudah bagi Nabi Muhammad saw. Saat menerima wahyu, kondisi beliau terlihat susah. Wajahnya memerah, berkeringat, sempoyongan, tubuh terasa berat dan seperti mendengar suara gerombolan lebah. Karena itu, hikmah masa vakum itu adalah sebagai jeda bagi Nabi Muhammad saw untuk beristirahat sejenak.

Syekh Muhmmad bin Yusuf as-Shalihi as-Syami menjelaskan:

 

اَلْحِكْمَةُ فِي فَتْرَةِ الْوَحْيِ وَاللهُ أَعْلَمُ: لِيَذْهَبَ عَنْهُ مَا كَانَ يَجِدُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الرُّوْعِ، وَلِيَحْصُلَ لَهُ التَّشَوُّقُ إِلَى الْعُوْدِ

“Hikmah masa vakum wahyu—wallaahu a’lam—adalah supaya rasa takut yang Nabi saw alami hilang, lalu beliau rindu untuk menerima wahyu kembali.” (Subulul Hudâ war Rasyâd fî Sirati Khairal ‘Ibâd, juz II, halaman 272).

 

Pendapat senada juga dikemukakan Ibnu Hajar al-‘Asqalani (wafat 852 H), “Adanya masa vakum itu bertujuan untuk menghilangkan ketakutan yang dialami oleh Rasulullah saw dan membuatnya penasaran untuk mengalaminya lagi.” (Ibnu Hajar, Fathul Bâri, juz I, halaman 30).

b.  Mempertegas autentisitas atau keaslian wahyu. Al-Buthi rahimahullaahu ta’ala berkata:

 

أَنَّ ظَاهِرَةَ الْوَحْيِ لَيْسَتْ أَمْرًا ذَاتِيًا دَاخِلِيًا مُرَدُّهُ إِلَى حَدِيْثِ النَّفْسِ الْمُجَرَّدِ بَلْ هِيَ اِسْتِقْبَالٌ وَتَلَقٍّ لِحَقِيْقَةٍ خَارِجِيَّةٍ لَا عَلاَقَةَ لَهَا بِالنَّفْسِ وَدَاخِلِ الذَّاتِ

“Sungguh munculnya wahyu itu bukan urusan diri Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam yang bersumber dari bisikan hati, akan tetapi merupakan penerimaan dari luar dirinya yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan diri dan pribadinya.” (Fiqh Sirah Nabawiyah, hal. 78).  

4.  Dalam shahih Bukhari dijelaskan tentang turunnya surat Al-Muddatstsir setelah wahyu pertama.

 

قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ شِهَابٍ فَأَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُحَدِّثُ عَنْ فَتْرَةِ الْوَحْيِ قَالَ فِي حَدِيثِهِ بَيْنَا أَنَا أَمْشِي سَمِعْتُ صَوْتًا مِنْ السَّمَاءِ فَرَفَعْتُ بَصَرِي فَإِذَا الْمَلَكُ الَّذِي جَاءَنِي بِحِرَاءٍ جَالِسٌ عَلَى كُرْسِيٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ فَفَرِقْتُ مِنْهُ فَرَجَعْتُ فَقُلْتُ زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي فَدَثَّرُوهُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى : (يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرِّجْزَ فَاهْجُرْ) قَالَ أَبُو سَلَمَةَ وَهِيَ الْأَوْثَانُ الَّتِي كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَعْبُدُونَ قَالَ ثُمَّ تَتَابَعَ الْوَحْيُ

Muhammad bin Syihab berkata; Telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Jabir bin Abdullah Al Anshari radliallahu 'anhuma berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan kejadian pertamakali turunnya wahyu, beliau bersabda: "Ketika aku tengah berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara yang berasal dari langit, maka aku pun mengangkat pandanganku ke arah langit, ternyata di atas terdapat Malaikat yang sebelumnya mendatangiku di gua Hira` tengah duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku pun lari darinya dan segera pulang menemui keluargaku seraya berkata, 'Selimutilah aku, selimutilah aku.'" Maka keluarga beliau pun segera menyelimutinya. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya: 'YAA AYYUHAL MUDDATSTSIR QUM FA`ANDZIR WA RABBAKA FAKABBIR WA TSIYAABAKA FATHAHHIR WAR RUJZA FAHJUR (Wahai orang yang berselimut, bangkitlah, dan berilah peringatan. Dan Tuhan-mu agungkanlah. Dan pakaianmu sucikanlah, Dan tinggalkanlah sesembahan berhala).'" Abu Salamah berkata; Ar Rijza adalah berhala-berhala yang disembah oleh kaum Jahiliyah. Setelah itu, maka turunlah wahyu dengan beruntun. (HR Bukhari no. 4572)