- Kegiatan Seru untuk Gantikan Waktu Bermain Game Anak
- Berita Pergerakan Hamas Terbaru: Apa yang Perlu Anda Ketahui
- Strategi Affiliate Marketing untuk Monetisasi Blog Anda
- Strategi Terbaik untuk Monetisasi Blog Anda
- Mainan Kreatif yang Mengasah Imajinasi Anak
- Membedah Keakuratan Data Quick Count Pilkada 2024
- Makanan Berserat Tinggi: Rekomendasi untuk Anak yang Susah Makan
- Menulis untuk Kesehatan Mental
- Review: Minuman Herbal untuk Menjaga Kesehatan Tubuh
- Makanan Organik vs. Konvensional: Mana yang Terbaik?
Edisi 9 Kajian Tafsir Tartibun Nuzul | Quran Surat Al Alaq Ayat 19

بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
كَلَّا
لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ.
Sekali-kali
jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu
kepada Rabbmu).” (QS Al ‘Alaq: 19)
Baca Lainnya :
- Edisi 8 Kajian Tafsir Tartibun Nuzul | Quran Surat Al Alaq Ayat 15-190
- Edisi 7 Kajian Tafsir Tartibun Nuzul | Quran Surat Al Alaq Ayat 11-140
- Edisi 5 Kajian Tafsir Tartibun Nuzul | Quran Surat Al Alaq Ayat 6-7 (Bagian 2)0
- Edisi 6 Kajian Tafsir Tartibun Nuzul | Quran Surat Al Alaq Ayat 8-100
- Edisi 4 Kajian Tafsir Tartibun Nuzul | Quran Surat Al Alaq Ayat 6-7 (Bagian 1)0
Penjelasan
Ayat terakhir surat Al-‘Alaq
ini termasuk ayat sajdah. Kita disunnahkan untuk bersujud ketika membaca salah
satu ayat sajdah, sebagaimana yang disebutkan bahwa Umar bin Khattab pernah
membacakan surat An Nahl hingga sampai pada ayat sajadah, beliau turun untuk
sujud dan manusia pun ikut sujud ketika itu. Ketika datang Jum’at berikutnya,
beliau pun membaca surat yang sama, tatkala sampai pada ayat sajadah, beliau
lantas berkata,
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا نَمُرُّ بِالسُّجُودِ فَمَنْ سَجَدَ فَقَدْ أَصَابَ،
وَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ
“Wahai
sekalian manusia. Kita telah melewati ayat sajadah. Barangsiapa bersujud, maka
dia mendapatkan pahala. Barangsiapa yang tidak bersujud, dia tidak berdosa.”
Kemudian ‘Umar pun tidak bersujud. (HR Bukhari no. 1077)
Berkaitan dengan keutamaan
sujud ini disebutkan pada salah satu hadits.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِى يَقُولُ
يَا وَيْلَهُ – وَفِى رِوَايَةِ أَبِى كُرَيْبٍ يَا وَيْلِى – أُمِرَ ابْنُ آدَمَ
بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ
فَلِىَ النَّارُ
“Jika
anak Adam membaca ayat sajadah, lalu dia sujud, maka setan akan menjauhinya
sambil menangis. Setan pun akan berkata-kata: “Celaka aku. Anak Adam disuruh
sujud, dia pun bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku sendiri diperintahkan
untuk sujud, namun aku enggan, sehingga aku pantas mendapatkan neraka.” (HR
Muslim no. 81)
Namun karena ayat sajdah di
surat Al-‘Alaq terdapat di akhir surat seperti surat An Najm, maka kapankah
kita bersujud:
Maka ada tiga pilihan dalam
kasus ini.
1.
Ketika membaca ayat sajadah lalu melakukan
sujud tilawah kemudian setelah itu berdiri kembali dan membaca surat lain
kemudian ruku’.
Hal ini
sebagaimana yang dilakukan oleh ‘Umar bin Khaththab. Ketika shalat shubuh,
beliau membaca surat Yusuf pada raka’at pertama. Kemudian pada raka’at kedua,
beliau membaca surat An Najm (dalam surat An Najm terdapat ayat sajadah, pen),
lalu beliau sujud (yaitu sujud tilawah). Setelah itu, beliau bangkit lagi dari
sujud kemudian berdiri dan membaca surat “Idzas samaa-un syaqqot” (Diriwayatkan
oleh ‘Abdur Rozaq dan Ath Thohawiy dengan sanad yang shahih)
2.
Jika ayat sajadah di ayat terakhir dari surat,
maka cukup dengan ruku’ dan itu sudah menggantikan sujud.
Ibnu
Mas’ud pernah ditanyakan mengenai surat yang di akhirnya terdapat ayat sajadah,
“Apakah ketika itu perlu sujud ataukah cukup dengan ruku’?” Ibnu Mas’ud
mengatakan, “Jika antara kamu dan ayat sajadah hanya perlu ruku’, maka itu
lebih mendekati.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad
yang shahih)
3.
Jika ayat sajadah di ayat terakhir di suatu
surat, ketika membaca ayat tersebut, lalu sujud tilawah, kemudian bertakbir dan
berdiri kembali, lalu dilanjutkan dengan ruku’ tanpa ada penambahan bacaan surat.
Dari tiga pilihan di atas, cara pertama adalah yang lebih utama. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 453-454)
