Balasan Sesuai Dengan Amalan

By Redaksi 31 Mar 2025, 06:00:00 WIB Khutbah
Balasan Sesuai Dengan Amalan

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ ِباللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ [1]

Baca Lainnya :

    يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا [2]

    يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدٗا. يُصۡلِحۡ لَكُمۡ أَعۡمَٰلَكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِيمًا [3]

    أَمَّا بَعْدُ :

    فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ ِبِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

    اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله  وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

     

    Hari ini kita berkumpul di tempat ini mengumandangkan kalimat takbir, tahmid, dan tahlil sebagai wujud syukur dan rasa gembira karena telah selesai menunaikan kewajiban shaum Ramadhan. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan,

     

    لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ

    Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan. Kegembiraan ketika ia berbuka, dan kebahagiaan ketika ia bertemu dengan Rabb-Nya.[4]

     

    Diantara kegembiraan yang dialami orang yang shaum sebagaimana yang dikatakan Mulla Ali Al-Qari Al-Hirawi rahimahullaahu ta’ala dalam Marqatul-Mafatih syarh Misykatil Mashbahih,

     

    فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ» " أَيْ إِفْطَارِهِ بِالْخُرُوجِ عَنْ عُهْدَةِ الْمَأْمُورِ، أَوْ بِوِجْدَانِ التَّوْفِيقِ لِإِتْمَامِ الصَّوْمِ،

    Kegembiraan saat berbuka karena telah terbebas dari tanggungan perintah Allah atau sebab mendapatkan pertolongan dapat menyempurnakan puasa.[5]

    الله اكبر 3x  وَلِلّه الْحَمْدُ

    Hadirin kaum muslimin wal muslimat sidang ‘ied rahimakumullaahu ta’ala,

     

    Ketika menyampaikan Khuthbah Idul-Fithri, Umar bin Abdul Aziz rahimahullaahu ta’ala berkata,

     

    أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ صُمْتُمْ للهِ ثَلَاثِيْنَ يَوْمًا وَقُمْتُمْ ثَلَاثِيْنَ لَيْلَةً وَخَرَجْتُمُ الْيَوْمَ تَطْلُبُوْنَ مِنَ اللهِ أَنْ يَتَقَبَّلَ مِنْكُمْ

    “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya. Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima.

     

    كَانَ بَعْضُ السَّلَفِ يَظْهَرُ عَلَيْهِ الْحَزَنُ يَوْمَ عِيْدِ الْفِطْرِ

    Namun sebagian salaf malah bersedih ketika hari raya Idul Fithri.

     

    فَيُقَالُ لَهُ : إِنَّهُ يَوْمُ فَرْحٍ وَسُرُوْرٍ

    Dikatakan  kepada mereka, “Sesungguhnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan.”

     

    فَيَقُوْلُ : صَدَقْتُمْ وَلكِنِّي عَبْدٌ أَمَرَنِي مَوْلَايَ أَنْ أَعْمَلَ لَهُ عَمَلًا فَلَا أَدْرِي أَيَقْبَلُهُ مِنِّي أَمْ لَا؟.

     Mereka malah mengatakan, “Kalian benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebut diterima ataukah tidak.”[6]

     

    Di hadapan Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallaahu ‘anha, Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat 60 surat Al-Mu’minun,

     

    وَٱلَّذِينَ يُؤۡتُونَ مَآ ءَاتَواْ وَّقُلُوبُهُمۡ وَجِلَةٌ أَنَّهُمۡ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ رَٰجِعُونَ

    ”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.”[7]

     

    Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallaahu ‘anha ketika mendengar ayat ini, beliau merasa heran dikarenakan tabiat asli manusia ketika telah mengerjakan suatu amal shalih, jiwanya akan merasa senang. Namun dalam ayat ini Allah ta’ala memberitakan suatu kaum yang melakukan amalan shalih, akan tetapi hati mereka justru merasa takut. Maka beliau pun bertanya kepada kekasihnya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

     

    أَهُمُ الَّذِينَ يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ وَيَسْرِقُونَ

    “Apakah mereka orang-orang yang meminum khamr & mencuri?

    Maka Rasulullah pun menjawab,

     

    لَا, يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ! وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ

    ”Tidak wahai ’Aisyah. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, menegakkan shalat & bersedekah akan tetapi mereka merasa takut amalan yang telah mereka kerjakan tak diterima di sisi Allah. Mereka itulah golongan yang senantiasa berlomba-lomba dlm mengerjakan kebajikan.”[8]

    Ketika selesai merenovasi Baitullaah, Nabi Ibrahim dan putranya berdo’a,

     

    رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ

    "Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".[9]

     

    Ketika membaca ayat ini, Wuhaib bin Al Ward rahimahullaahu ta’ala pun menangis, seraya berkata:

     

    يَا خَلِيلَ الرَّحْمَنِ، تَرْفَعُ قَوَائِمَ بَيْتِ الرَّحْمَنِ وَأَنْتَ مُشْفق أَنْ لَا يَتَقَبَّلَ مِنْكَ

    “Wahai kekasih Ar Rahman. Engkau meninggikan rumah Ar Rahman, lalu engkau takut amalanmu itu tidak diterima oleh Ar Rahman.”[10]

     

    Pantas kalau para shahabat sebagaimana yang disampaikan Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullaah,

     

    ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ

    ” Kemudian mereka pun berdo’a selama 6 bulan agar amalan yang telah mereka kerjakan diterima oleh-Nya.”[11]

     

    الله اكبر 3x  وَلِلّه الْحَمْدُ

    Hadirin kaum muslimin wal muslimat sidang ‘ied rahimakumullaahu ta’ala,

     

    Keinginan agar amalan di bulan Ramadhan di terima Allah ta’ala, mendorong kita untuk istiqamah beramal setelahnya, Hasan Bashri rahimahullaahu ta’ala mengatakan,

     

    إِنَّ مِنْ جَزَاءِ الْحَسَنَةِ اَلْحَسَنَةَ بَعْدَهَا

    “Sesungguhnya diantara balasan atas kebaikan adalah kebaikan setelahnya.”[12]

     

    Ada seseorang bertanya pada Bisyr Al Hafi rahimahullaahu ta’ala,

     

    أَنَّ قَوْمًا يَتَعَبَّدُوْنَ فِي رَمَضَانَ وَيَجْتَهِدُوْنَ فِي الْأَعْمَالِ، فَإِذَا انْسَلَخَ تَرَكُوْا؟

    Suatu kaum, mereka beribadah dan bersungguh-sungguh melakukan amalan ibadah di bulan Ramadhan.  Akan tetapi, ketika Ramadhan berakhir mereka pun meninggalkan amalan ibadah tersebut.

     

    Beliaupun menjawab,

     

    بِئْسَ الْقَوْم قَوْمٌ لَايَعْرِفُوْنَ اللهَ إِلَّا فِي رَمَضَانَ.

    "Sejelek-jelek kaum adalah mereka yang hanya mengenal Allah Ta'ala di bulan Ramadhan."[13]

     

    الله اكبر 3x  وَلِلّه الْحَمْدُ

    Hadirin kaum muslimin wal muslimat sidang ‘ied rahimakumullaah,

    Namun satu hal yang harus kita sadari, bagaimanapun upaya yang kita lakukan untuk istiqamah beramal, selalu ada kekurangan ada kekurangan didalamnya. Pantas kalau Allah ta’ala di surat Fushshilat (41) ayat 6 menggandengkan perintah istiqamah dengan istighfar,

     

    فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ ۗ

    Maka istiqomahlah (tetaplah pada jalan yang lurus) menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.[14]

     

    Iman Ibnu Rajab rahimahullaahu ta’ala mengomentari penggandengan perintah ini,

     

    إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّهُ لَابُدَّ مِنْ تَقْصِيْرٍ فِي اْلإِسْتِقَامَةِ الْمَأْمُوْرِ بِهَا فَيُجِيْرُ ذلِكَ الْإِسْتِغْفَارِ

    “Ini merupakan isyarat bahwa pasti terjadi kekuarangan di dalam (menjalankan) istiqomah yang diperintahkan, maka diperbaiki dengan istighfar.”[15]

     

    Yahya bin Mu’adz pernah berkata,

     

    لَيْسَ بِعَارِفٍ مَنْ لَمْ يَكُنْ غَايَةُ أَمْلِهِ مِنَ اللهِ العَفْوَ

    “Bukanlah orang yang arif (bijak) jika ia tidak pernah mengharap pemaafan (penghapusan dosa) dari Allah.”[16]

     

    الله اكبر 3x  وَلِلّه الْحَمْدُ

    Ketika berharap mendapatkan ampunan Allah rabbul-‘aalamiin, ada amalan yang mengundang datangnya ampunan itu. Allah ta’ala berfirman,

     

    وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

    dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah mengampuni kalian? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[17]

     

    Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar ash-shiddiq radhiyallaahu ‘anhu yang bersumpah tidak akan lagi menyantuni Mistah Ibnu Asasah. Mistah adalah putra bibi Abu Bakar, ia seorang pemuda miskin, yang kebutuhan hidupnya dipenuhi Abu Bakar. Namun ia pernah terpeleset, ikut menyebarkan fitnah terhadap Ummul-Mu’minin ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha. Ketika Abu Bakar mengetahuinya, ia marah dan berkata,

     

    وَاللَّهِ لَا أَنْفَعُهُ بِنَافِعَةٍ أَبَدًا،

    Demi Allah, aku tidak akan memberinya bantuan lagi barang sedikit pun, selamanya."

     

    Allah ta’ala menegurnya dengan ayat tersebut,

     

    وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

     

    Maka Abu Bakarpun spontan berkata,

     

    بَلَى، وَاللَّهِ إِنَّا نُحِبُّ -يَا رَبَّنَا -أَنْ تَغْفِرَ لَنَا

    Lalu beliau mendatangi Misthah dan berkata,

     

    وَاللَّهِ لَا أَنْزَعُهَا مِنْهُ أَبَدًا

    "Demi Allah, aku tidak akan mencabutnya selama-lamanya."

    Ketika kita ingin dimaafkan Allah ta’ala, maka belajarlah untuk berlapang dada memaafkan. Ada ungkapan,

     

    فَإِنَّ الْجَزَاءَ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ

    Sesungguhnya balasan itu, sesuai dengan jenis amalnya.

     

    الله اكبر 3x  وَلِلّه الْحَمْدُ

    Hadirin kaum muslimin wal muslimat sidang ‘ied rahimakumullaahu ta’ala,

     

    Mengakhiri khuthbah ini mari kita tundukkan kepala, bermunajat kepada Allah ta’ala, penguasa alam semesta,

    اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ[18]

    اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِأَنَّا نَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِى لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ[19]

    لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ[20]

    رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِي قُلُوبِنَا غِلّٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٞ رَّحِيمٌ [21]

    رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ [22]

    رَبَّنَآ أَفۡرِغۡ عَلَيۡنَا صَبۡرٗا وَثَبِّتۡ أَقۡدَامَنَا وَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ[23]

    رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٖ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا [24]

    رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٗ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ حَسَنَةٗ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ [25]



    [1] QS Ali ‘Imran (3) : 102

    [2] QS An-Nisaa’ (4) : 1

    [3] QS Al-Ahzab (33) : 70-71

    [4] HR Muslim no. 1945

    [5] Al-Mulla Al-Qari, Marqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih, (Beirut, Darul Fikr: 1422 H/2002 M), juz IV, halaman 1363)

    [6] Lathaiful-Ma’arif hal. 209

    [7] QS Al Mukminun (23) : 60

    [8] HR Tirmidzi nomor 3175. Imam Al Albani menshahihkan hadits ini dlm Shahihut Tirmidzi nomor 2537

    [9] QS Al-Baqarah (2) : 127

    [10] Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/427

    [11] Lathaaiful Ma’arif hal. 232

    [12] http://alukah.net

    [13] Miftahul Afkar li ta`ahhub li-daril qarar 2/23

    [14] QS Fushshilat (41) : 6

    [15] Jami’ul-Ulum wal-Hikam hal. 205

    [16] Lathaif Al-Ma’arif, hal. 362-363

    [17] QS An-Nur (24) : 22

    [18] Redaksi shalawat ini didasarkan pada hadits shahih riwayat Bukhari 4/118, 6/27, dan 7/156, Muslim 2/16, Abu Dawud no. 976, 977, 978, At Tirmidzi 1/301-302, An Nasa-i dalam "Sunan" 3/47-58 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 54, Ibnu Majah no. 904, Ahmad 4/243-244, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 900, 1948, 1955, Al Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/148 dan yang lainnya

    [19] Sunan Tirmidzi no. 3812

    [20] QS Al-Anbiyaa’ (22) : 87)

    [21] QS Al-Hasyr (59) : 10

    [22] QS Ali ‘Imran (3) : 8

    [23] QS Al-Baqarah (2) : 250

    [24] QS Al-Furqan (25) : 74

    [25] QS Al-Baqarah (2) : 201