- Strategi Affiliate Marketing untuk Monetisasi Blog Anda
- Strategi Terbaik untuk Monetisasi Blog Anda
- Mainan Kreatif yang Mengasah Imajinasi Anak
- Membedah Keakuratan Data Quick Count Pilkada 2024
- Makanan Berserat Tinggi: Rekomendasi untuk Anak yang Susah Makan
- Menulis untuk Kesehatan Mental
- Review: Minuman Herbal untuk Menjaga Kesehatan Tubuh
- Makanan Organik vs. Konvensional: Mana yang Terbaik?
- Cara Menggunakan Entitas untuk Meningkatkan Hasil Percakapan ChatGPT
- 3 TIPS & TRIK MENGHINDARI KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA
Kaya dan Miskin Adalah Ujian Bagi Orang Beriman
Berfirman Allah di dalam QS.
Al-Fajr : 15-16:
فَاَمَّا الْاِنْسَانُ اِذَا مَا ابْتَلٰىهُ رَبُّهٗ فَاَكْرَمَهٗ
وَنَعَّمَهٗۙ فَيَقُوْلُ رَبِّيْٓ اَكْرَمَنِۗ
Baca Lainnya :
“Maka
adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya lalu memuliakannya dan
memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah
memuliakanku.
وَاَمَّآ اِذَا مَا ابْتَلٰىهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهٗ ەۙ
فَيَقُوْلُ رَبِّيْٓ اَهَانَنِۚ
“Namun
apabila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata,
“Tuhanku telah menghinaku”.
Kekayaan dan kemiskinan adalah
sebuah ujian dan cobaan, dan bukan sebagai indikator mulia atau hinanya
seseorang.
Ada 4 hal penting yang bisa menjadikan
harta kekayaan seseorang bisa terangkat derajatnya, sehingga menjadi seorang
yang dimuliakan.
1. Memuliakan anak yatim
Dalam arti mengasuh dan
mendidiknya hingga menjadi manusia yang berakhlak mulia dan berkedudukan sama
dengan dirinya (berkemampua, baik akal dan maalnya).
2. Saling mengajak dan memberikan makan buat orang-orang miskin
Dalam arti membuka dan
menciptakan lapangan pekerjaan dan memfasilitasi serta membinanya dengan baik
hingga berdiri tegak dan mampu berdikari sendiri.
3. Memakan harta warisan tanpa mencampurbaurkan (yang halal dan yang
haram)
Pada dasarnya semua harta yang
dimakan merupakan warisan turun temurun yang harus dijaga kesuciannya tidak
boleh ternodai oleh keserakahan dan ketidakadilan apalagi digunakan untuk
sesuatu yang diharamkan.
4. Tidak mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan
Karena harta merupakan titipan
yang harus dipertanggung jawabkan kepemilikannya & pemanfaatannya dari yang
Maha Kuasa untuk dipergunakan bagi kemakmuran & kesejahteraan semua orang
bukan untuk bersenang-senang melampiaskan hasrat dan keserakahan apalagi mengotorinya
dengan kemaksiatan dan mengadakan kerusakan & ketidak seimbangan dibumi.
Allah berfirman di dalam QS.
Al-Qasas (28) Ayat 77:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ
نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا
تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Maka, janganlah menjadi manusia
seperti yang tersebut dalam surat Al Fajr (89) : 15-16 diatas. Ketika dia
diberi kesenangan, Allah dipuja dan dipujinya, tetapi ketika dia diberi
kesulitan, Allah dihina dan dicacinya.
Manusia yang seperti
itu, selama hidupnya akan terus merasa tersiksa dan selalu merugi.
Ketika waktu lapang dia ingkar dan lupa kepada Allah. Dan Ketika waktu sempit
dia tidak bersabar dan menjadi kufur nikmat. Hidupnya selalu berkeluh kesah
serta berburuk sangka dalam perasaan dan penderitaan yang dibuatnya sendiri.
Padahal sekali lagi, keadaan lapang dan sempit itu hanya merupakan ujian dari
Allah.
Dan sebagai orang yang beriman,
ketika iman dihunjamkan ke dalam hati, ketika lisan mantap
bersaksi, dan ketika amal menjadi bukti ketulusan dalam menjalankan syari’at
serta perintah-Nya, maka sungguh Allah akan terus mengujinya hingga
ajal menjemput. Dan sikap orang yang beriman akan selalu dalam keadaan baik,
apapun kondisi yang dihadapkan kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ
وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ
فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan
seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya
adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri
seorang Mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang
demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan,
dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya”. (HR.
Muslim).