Anda Bertanya:
Bukankah syetan-syetan itu
dibelenggu di bulan ramadhan? Tapi mengapa masih saja ada kemaksiatan dan
kejahatan di bulan ini?
Ustadz H. Firdaus Menjawab:
Ada tiga hadits berkenaan dengan topik bahasan kita kali ini:
·
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Ramadhan tiba,
pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari
no. 1899 dan Muslim no. 1079)
·
Dalam lafazh lain disebutkan, “Jika masuk
bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibukan, pintu-pintu Jahannam ditutup dan
setan-setan pun diikat dengan rantai.” (HR. Bukhari no. 3277 dan
Muslim no. 1079)
· Dari
Abu Hurairah, dia berkata, “Ketika datang bulan Ramadhan Rasulullah saw.
bersabda, ‘Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah,
padanya Allah mewajibkan kalian shaum, padanya pintu-pintu surga dibuka lebar
dan pintu-pintu neraka ditutup rapat, dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan
Ramadhan ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, dan barangsiapa
tidak mendapati malam itu maka ia telah kehilangan pahala seribu bulan.” (HR.
Ahmad, Musnad Ahmad, II:425, No. 9493)
Seperti kita ketahui dalam surat An Nas, bahwa
syetan itu ada dua jenis, minal jinnati wan nasi (dari jenis jin dan manusia),
maka perlu kita ketahui, syetan jenis mana yang diikat itu?
Menurut para ulama dikatakan bahwa kata
as-Syayaathin (setan-setan) yang dimaksud pada hadis-hadits di atas menunjukkan
sebagian, bukan semua setan, yaitu hanya setan-setan pembangkang atau yang
durhaka (al-maradah).
Kata al-maradah (مَرَدَةٌ) merupakan
bentuk jamak dari kata maarid (الْمَارِدُ) yaitu الْعَاتِي الشَّدِيْدُ
Indikasi (Qarinah) pemaknaan ini merujuk
kepada redaksi hadis riwayat at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibnu Majah, dan al-Hakim,
melalui jalur periwayatan al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Huraerah,
sebagai berikut:
“Pada malam pertama bulan Ramadhan setan-setan
dibelenggu (yaitu) jin-jin yang jahat.”
Dan riwayat an-Nasai melalui jalur periwayatan
Abu Qilabah, dari Abu Huraerah, dengan redaksi sebagai berikut:ِ
“dan setan-setan pembangkang dibelenggu.”
Keterangan disampaikan Imam as-Sindi dalam
Hasyiyah-nya (catatan) untuk sunan an-Nasai. Beliau mengatakan, Hadits
‘setan dibelenggu’ tidak berarti meniadakan segala bentuk maksiat. Karena bisa
saja maksiat itu muncul disebabkan pengaruh jiwa yang buruk dan jahat. Dan
timbulnya maksiat, tidak selalu berasal dari setan. Jika semua berasal dari
setan, berarti ada setan yang mengganggu setan (setannya setan),dan seterusnya
bersambung. Sementara kita tahu, tidak ada setan yang mendahului maksiat Iblis.
Sehingga maksiat Iblis murni dari dirinya. Allahu a’lam. (Hasyiyah Sunan
an-Nasai, as-Sindi, 4/126).
Jadi sebelas bulan manusia digoda jin, maka di
bulan Ramadhan, bekas bekas godaan syetan itu masih ada, dan itulah yang harus
kita kikis, sehingga jiwa kembali bersih.
Ini jadi moment muhasabah, di Bulan Ramadhan
syetan tidak bisa dikambinghitamkan. kalau di luar bulan Ramadhan, sholat kita
tidak khusyu, kita bisa berkilah, kuatnya godaan syetan jin. Tapi jika di dalam
bulan Ramadhan sholat kita tidak khusyu, itulah pertanda betapa besarnya
pengaruh godaan syetan selama ini ke pada hati kita, sehingga tanpa syetan pun
'otomatis' sholat kita tidak khusyu.
Jika kita mau memperbaiki hati, maka inilah
saatnya! Jan juga inilah saatnya untuk hijrah, menjauhi teman teman yang buruk
dan bergabung dengan komunitas baru, yaitu bergabung dengan orang orang yang memperbaiki
dirinya dan membersihkan hatinya.
Karena kita bisa melihat dengan mata kepala
sendiri, pada Bulan Ramadhan, banyak manusia yang "acting jadi
syetan" sebagaimana dinyatakan ulama:
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi‘i
rahimahullahu berkata bahwa yang dibelenggu adalah setan dari kalangan jin yang
sangat jahat. Sedangkan setan-setan yang kecil dan setan-setan dari kalangan
manusia tetap berkeliaran tidak dibelenggu. Demikian pula dengan:
·
jiwa yang memerintahkan kepada kejelekan (Hawa
Nafsu)
·
teman-teman duduk yang jelek, dan
·
tabiat yang memang senang dengan fitnah dan
pertikaian.
Semua ini tetap ada di tengah manusia, tidak terbelenggu kecuali jin-jin yang sangat jahat. (Ijabatus Sa`il ‘ala Ahammil Masa`il, hal. 163).
Komentar