- Kegiatan Seru untuk Gantikan Waktu Bermain Game Anak
- Berita Pergerakan Hamas Terbaru: Apa yang Perlu Anda Ketahui
- Strategi Affiliate Marketing untuk Monetisasi Blog Anda
- Strategi Terbaik untuk Monetisasi Blog Anda
- Mainan Kreatif yang Mengasah Imajinasi Anak
- Membedah Keakuratan Data Quick Count Pilkada 2024
- Makanan Berserat Tinggi: Rekomendasi untuk Anak yang Susah Makan
- Menulis untuk Kesehatan Mental
- Review: Minuman Herbal untuk Menjaga Kesehatan Tubuh
- Makanan Organik vs. Konvensional: Mana yang Terbaik?
Ibrah dari Dua Momen Bersejarah di Bulan Dzulhijjah

Keterangan Gambar : Gambar Hanya Ilustrasi
Ada dua moment
penting bersejarah yang menyapa kita di setiap penghujung akhir tahun hijriyah,
di bulan Dzulhijjah: Ibadah haji dan Idul Qurban. Keduanya menyempurnakan
ritual ibadah seorang muslim. Banyak ibrah dan pelajaran yang bisa diambil dari
dua moment ini.
Haji Mabrur Balasannya Surga
Baca Lainnya :
- Karena Tak Miliki Visa Haji, Sebanyak 24 Jamaah Asal Indonesia Ditangkap Polisi Saudi0
- Raudhah, Taman dari Taman Surga di Masjid Nabawi0
Mendapatkan
surga adalah puncak kesuksesan yang dirindukan setiap muslim. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam menginformasikan bahwa “Haji mabrur balasannya adalah surga.”
Maka jutaan kaum muslimin pun berdatangan memenuhi panggilan Allah untuk meraih
keridhaanNya.
Karena
balasannya begitu besar, ibadah haji tidak sekedar upacara ritual semata,
melainkan penuh dengan banyak pesan 3 dan pelajaran. Ibadah haji adalah
pembelajaran bagi calon penghuni surga, kehidupan setelah haji terbingkai dengan
nilai-nilai yang diamanatkan Allah lewat rangkaian ibadah di dalamnya.
Miqat Simbol Ketaatan
Saat memasuki
miqat (batas mulai ihram) sesungguhnya terkandung pesan berharga, bahwa setiap
jemaah haji dan kaum muslimin pada umumnya, memasuki batasan-batasan dan
larangan yang harus ditinggalkan.
Abdullah bin
Nu’man bin Bishr mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas, dan di antara
keduanya ada perkara yang samar-samar (syubhat), kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya. Maka barang siapa menjaga dirinya dari yang samar-samar
tersebut, berarti ia telah menjaga agama dan kehormatannya, dan barangsiapa
yang jatuh ke dalam wilayah syubhat, ia telah jatuh ke wilayah haram, seperti
penggembala yang berada di sekeliling batas tanah gembalaan, lalu masuk ke
dalamnya, ingatlah bahwa setiap raja memiliki padang gembalaan dan ingatlah
bahwa padang gembala Allah adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa
dalam jasad ada sekerat daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya,
dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa sekerat
daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pesan pertama
inilah yang disampaikan kepada para tamu Allah, sehingga saat kembali ke
kehidupan keseharian terus melekat bahwa batasan Allah itu tidak boleh
dilewati. Ambil yang halal, tinggalkan yang haram, dan jauhi yang syubhat.
Seorang muslim cerdas dalam berinteraksi dan selalu menjaga batasan yang
ditetapkan Allah baginya. Status social tidak lagi membuatnya menjadi orang
yang angkuh, tidak arogan, sebab ia malu dan takut hanya kepada Allah subhanahu
wa ta’ala.
Tawaf Selaraskan Jiwa Sesuai Aturan Allah
Kemudian diikuti
dengan thawaf, gerakan memutari ka’bah tujuh putaran, memberikan pesan bahwa
kehidupan ini haruslah seiring dengan tuntunan Allah subhanahu wa ta’ala,
aktifitas kehidupannya harus bermuara kepada petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala.
Bukankah kesempatan hidup yang diberikan sudah ditetapkan jalurnya?
Kita diberikan pilihan, dan pilihan
terbaik sesuai dengan pilihan Allah. Lurus mengikuti tuntunan Allah, taat
dan patuh, seperti ketaatan makhluk Allah disemesta raya, langit, bumi, matahari,
bulan, bintang, semuanya berputar pada porosnya sesuai dengan perintah
Allah.
Pedoman hidupnya
senantiasa disandarkan kepada tuntutan Allah dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Sebab hanya itu bukti bahwa kita
tunduk dan cinta kepada Allah subhanahu wa ta’ala. “Katakanlah, “Jika kamu
benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali
Imran (2) : 31)
Mengikuti jalan selain Allah dan
Rasulullah hanya akan membawa kepada kesesatan, tidak seirama dengan
sunnatullah di alam raya, sehingga hanyamelahirkan kerusakan, pada individu,
keluarga dan social masyarakat.
Sa’i, Lambang Perjuangan
Sa’i berlari
kecil dari bukit Shafa menuju Marwa sebanyak tujuh kali, memberikan pelajaran
berharga bahwa hidup harus penuh dengan perjuangan tidak kenal lelah sampai
batas kemampuan. Sebentuk pelajaran dari Ibunda Hajar mencari air buat
puteranya, Ismail, terus berusaha meski sering mendapatkan fatamorgana dan
kegagalan. Sikap tawakkal penuh membutuhkan bukti usaha optimal. Dari segenap
kemampuan yang dimiliki dan diusahakan, selanjutnya biarkan Allah yang
memberikan hasil atas usaha yang kita lakukan.
Sa’i juga
mengajarkan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan, itu adalah janji Allah yang
telah diabadikan Al-Qur’an, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. As-Sharh
(94) : 5-6).
Wukuf Inti Ketundukan
Berlanjut dengan
Wukuf di Arafah, berdiam di padang Arafah, rukun haji yang disebutkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, “Haji adalah wukuf di Arafah” bertemu
langsung sebagai tamu Allah, membayangkan pertemuan langsung dengan Allah di
akhirat kelak, sebuah pertemuan yang pasti terjadi, milyaran manusia menunggu
antrian hisab di pengadilan Allah. Moment wukuf memberikan pelajaran penting
bahwa kita pasti dihisab Allah. Pertanyaan yang harus diajukan kepada diri
kita, “Sudahkah diri kita siap dihisab Allah?”
Mengambil ibrah
wukuf di Arafah di manapun kita berada, harus ada sejenak waktu untuk
bermunajat kepada Allah, mengevaluasi diri, meminta ampunan Allah atas segala
dosa dan kekhilafan sebagai manusia yang lemah, yang sering kali terperosok
dalam tipu daya setan. Maka menghadirkan moment Arafah bisa mengerem kehendak
buruk nafsu agar berhenti dan kembali kepada Allah, sebab Dia Maha Melihat,
Maha Mendengar, Maha Mengawasi dan Maha segalanya.
Setan Sebagai Musuh
Lalu ada lempar
Jumrah, sebuah peristiwa bersejarah melempar setan yang hendak mengganggu
upacara ibadah penyembelihan, sampai tiga kali, Ula, Wushta dan Aqabah, adalah
cerminan bahwa kita tidak mau menyerah terhadap bisikan dan tipu daya setan dan
bala tentaranya dari jin dan manusia. Sungguh sebuah perjuangan tersendiri,
sebab setan melihat kita, sementara kita tidak bisa melihat mereka. Lemparan
jumrah merupakan simbol bahwa kita menganggap setan sebagi musuh, dan musuh
haruslah diperlakukan sebagai musuh, dimana pun berada, saat ramai, saat sepi,
sebab ia mungkin jauh dikala ramai, dan datang saat sepi, membisiki hati dan
menyuruhnya untuk bermaksiat kepada Allah.
Maka disinilah perjuangan melawan setan, terus
kontinyu, tidak pernah bosan, tetap semangat, sampai kita bisa
mengalahkannya.
Siap Berubah Lewat Tahallul
Dan berakhir
dengan Tahallul, mencukur rambut sebagai simbol bahwa kita selesai dalam
latihan, bahwa kita sudah menjad hamba Allah yang akan terus istiqomah dalam
ketaatan, terus berjuang di tanah air sebagai pejuang yang baru saja mendapatkan
training dari Allah. Kita bukan lagi hamba yang dahulu, kita adalah hamba yang
sudah berjanji lewat ungkapan Talbiyah, “Kami datang memenuhi panggilan- Mu,
tidak ada sekutu bagiMu, segala puji dan ni’mat adalah milikMu, semua kerajaan
adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu. “ sebagai hamba yang bertauhid, yang
telah dijanjikan surga, dan memantaskan diri sebagai calon penghuni surga,
insya Allah.
Pengorbanan, Bukti Keimanan
Ibadah Qurban,
hukumnya sunnah muakkadah, sebagai bukti ketaatan kepada Allah dengan mencontoh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Ada banyak hikmah dalam peristiwa ini,
yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an adalah penyerahan diri total Nabi Ibrahim
dan puteranya Ismail kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Bahwa perintah Allah
meski terasa berat, namun tetap harus dilakukan, dan Allah Maha Mengetahui
bahwa Ibrahim dan puteranya layak mendapatkan kemuliaan, di dunia dan akhirat.
Maka ujian Allah kepada kaum muslimin adalah mengikuti proses pengorbanan
dengan menyembelih hewan qurban, unta, sapi, kerbau atau kambing.
Pengorbanan ini
sesungguhnya membuktikan sejauh mana kualitas keimanan seorang muslim. Karena
iman memerlukan bukti, di bulan Dzulhijah salah satu bukti keimanan adalah
berkurban. Secara social kurban sangat dirasakan manfaatnya oleh fakir miskin
dan mereka yang membutuhkan. Pantaslah Rasulullah melarang mendekati musholla
beliau bagi mereka yang memiliki kemampuan berkurban tetapi tidak mau
menunaikannya, sebab di samping sebuah ketaatan berupa ibadah vertikal, kurban
juga bersifat horizontal. Inilah keindahan suatu ibadah dalam Islam, terasa
manfaatnya oleh manusia.
Semoga kita diberikan
kemampuan untuk bisa berhaji serta berkurban… Amin ya Mujibas Sa’ilin.
sumber:
www.alamanar.co.id
