Ibrah dari Dua Momen Bersejarah di Bulan Dzulhijjah

By Redaksi 15 Jun 2024, 05:54:39 WIB Ibadah
Ibrah dari Dua Momen Bersejarah di Bulan Dzulhijjah

Keterangan Gambar : Gambar Hanya Ilustrasi


Ada dua moment penting bersejarah yang menyapa kita di setiap penghujung akhir tahun hijriyah, di bulan Dzulhijjah: Ibadah haji dan Idul Qurban. Keduanya menyempurnakan ritual ibadah seorang muslim. Banyak ibrah dan pelajaran yang bisa diambil dari dua moment ini.

 

Haji Mabrur Balasannya Surga

Baca Lainnya :

Mendapatkan surga adalah puncak kesuksesan yang dirindukan setiap muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menginformasikan bahwa “Haji mabrur balasannya adalah surga.” Maka jutaan kaum muslimin pun berdatangan memenuhi panggilan Allah untuk meraih keridhaanNya.

 

Karena balasannya begitu besar, ibadah haji tidak sekedar upacara ritual semata, melainkan penuh dengan banyak pesan 3 dan pelajaran. Ibadah haji adalah pembelajaran bagi calon penghuni surga, kehidupan setelah haji terbingkai dengan nilai-nilai yang diamanatkan Allah lewat rangkaian ibadah di dalamnya.

 

Miqat Simbol Ketaatan

Saat memasuki miqat (batas mulai ihram) sesungguhnya terkandung pesan berharga, bahwa setiap jemaah haji dan kaum muslimin pada umumnya, memasuki batasan-batasan dan larangan yang harus ditinggalkan.

 

Abdullah bin Nu’man bin Bishr mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas, dan di antara keduanya ada perkara yang samar-samar (syubhat), kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Maka barang siapa menjaga dirinya dari yang samar-samar tersebut, berarti ia telah menjaga agama dan kehormatannya, dan barangsiapa yang jatuh ke dalam wilayah syubhat, ia telah jatuh ke wilayah haram, seperti penggembala yang berada di sekeliling batas tanah gembalaan, lalu masuk ke dalamnya, ingatlah bahwa setiap raja memiliki padang gembalaan dan ingatlah bahwa padang gembala Allah adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa sekerat daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Pesan pertama inilah yang disampaikan kepada para tamu Allah, sehingga saat kembali ke kehidupan keseharian terus melekat bahwa batasan Allah itu tidak boleh dilewati. Ambil yang halal, tinggalkan yang haram, dan jauhi yang syubhat. Seorang muslim cerdas dalam berinteraksi dan selalu menjaga batasan yang ditetapkan Allah baginya. Status social tidak lagi membuatnya menjadi orang yang angkuh, tidak arogan, sebab ia malu dan takut hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

 

Tawaf Selaraskan Jiwa Sesuai Aturan Allah

Kemudian diikuti dengan thawaf, gerakan memutari ka’bah tujuh putaran, memberikan pesan bahwa kehidupan ini haruslah seiring dengan tuntunan Allah subhanahu wa ta’ala, aktifitas kehidupannya harus bermuara kepada petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala. Bukankah kesempatan hidup yang diberikan sudah ditetapkan jalurnya?

 

Kita diberikan pilihan, dan pilihan terbaik sesuai dengan pilihan Allah. Lurus mengikuti tuntunan Allah, taat dan patuh, seperti ketaatan makhluk Allah disemesta raya, langit, bumi, matahari, bulan, bintang, semuanya berputar pada porosnya sesuai dengan perintah Allah.

 

Pedoman hidupnya senantiasa disandarkan kepada tuntutan Allah dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Sebab hanya itu bukti bahwa kita tunduk dan cinta kepada Allah subhanahu wa ta’ala. “Katakanlah, “Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran (2) : 31)

 

Mengikuti jalan selain Allah dan Rasulullah hanya akan membawa kepada kesesatan, tidak seirama dengan sunnatullah di alam raya, sehingga hanyamelahirkan kerusakan, pada individu, keluarga dan social masyarakat.

 

Sa’i, Lambang Perjuangan

Sa’i berlari kecil dari bukit Shafa menuju Marwa sebanyak tujuh kali, memberikan pelajaran berharga bahwa hidup harus penuh dengan perjuangan tidak kenal lelah sampai batas kemampuan. Sebentuk pelajaran dari Ibunda Hajar mencari air buat puteranya, Ismail, terus berusaha meski sering mendapatkan fatamorgana dan kegagalan. Sikap tawakkal penuh membutuhkan bukti usaha optimal. Dari segenap kemampuan yang dimiliki dan diusahakan, selanjutnya biarkan Allah yang memberikan hasil atas usaha yang kita lakukan.

Sa’i juga mengajarkan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan, itu adalah janji Allah yang telah diabadikan Al-Qur’an, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. As-Sharh (94) : 5-6).

 

Wukuf Inti Ketundukan

Berlanjut dengan Wukuf di Arafah, berdiam di padang Arafah, rukun haji yang disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, “Haji adalah wukuf di Arafah” bertemu langsung sebagai tamu Allah, membayangkan pertemuan langsung dengan Allah di akhirat kelak, sebuah pertemuan yang pasti terjadi, milyaran manusia menunggu antrian hisab di pengadilan Allah. Moment wukuf memberikan pelajaran penting bahwa kita pasti dihisab Allah. Pertanyaan yang harus diajukan kepada diri kita, “Sudahkah diri kita siap dihisab Allah?”

 

Mengambil ibrah wukuf di Arafah di manapun kita berada, harus ada sejenak waktu untuk bermunajat kepada Allah, mengevaluasi diri, meminta ampunan Allah atas segala dosa dan kekhilafan sebagai manusia yang lemah, yang sering kali terperosok dalam tipu daya setan. Maka menghadirkan moment Arafah bisa mengerem kehendak buruk nafsu agar berhenti dan kembali kepada Allah, sebab Dia Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Mengawasi dan Maha segalanya.

 

Setan Sebagai Musuh

Lalu ada lempar Jumrah, sebuah peristiwa bersejarah melempar setan yang hendak mengganggu upacara ibadah penyembelihan, sampai tiga kali, Ula, Wushta dan Aqabah, adalah cerminan bahwa kita tidak mau menyerah terhadap bisikan dan tipu daya setan dan bala tentaranya dari jin dan manusia. Sungguh sebuah perjuangan tersendiri, sebab setan melihat kita, sementara kita tidak bisa melihat mereka. Lemparan jumrah merupakan simbol bahwa kita menganggap setan sebagi musuh, dan musuh haruslah diperlakukan sebagai musuh, dimana pun berada, saat ramai, saat sepi, sebab ia mungkin jauh dikala ramai, dan datang saat sepi, membisiki hati dan menyuruhnya untuk bermaksiat kepada Allah.

 

Maka disinilah perjuangan melawan setan, terus kontinyu, tidak pernah bosan, tetap semangat, sampai kita bisa mengalahkannya.

 

Siap Berubah Lewat Tahallul

Dan berakhir dengan Tahallul, mencukur rambut sebagai simbol bahwa kita selesai dalam latihan, bahwa kita sudah menjad hamba Allah yang akan terus istiqomah dalam ketaatan, terus berjuang di tanah air sebagai pejuang yang baru saja mendapatkan training dari Allah. Kita bukan lagi hamba yang dahulu, kita adalah hamba yang sudah berjanji lewat ungkapan Talbiyah, “Kami datang memenuhi panggilan- Mu, tidak ada sekutu bagiMu, segala puji dan ni’mat adalah milikMu, semua kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu. “ sebagai hamba yang bertauhid, yang telah dijanjikan surga, dan memantaskan diri sebagai calon penghuni surga, insya Allah.

 

Pengorbanan, Bukti Keimanan

Ibadah Qurban, hukumnya sunnah muakkadah, sebagai bukti ketaatan kepada Allah dengan mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Ada banyak hikmah dalam peristiwa ini, yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an adalah penyerahan diri total Nabi Ibrahim dan puteranya Ismail kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Bahwa perintah Allah meski terasa berat, namun tetap harus dilakukan, dan Allah Maha Mengetahui bahwa Ibrahim dan puteranya layak mendapatkan kemuliaan, di dunia dan akhirat. Maka ujian Allah kepada kaum muslimin adalah mengikuti proses pengorbanan dengan menyembelih hewan qurban, unta, sapi, kerbau atau kambing.

 

Pengorbanan ini sesungguhnya membuktikan sejauh mana kualitas keimanan seorang muslim. Karena iman memerlukan bukti, di bulan Dzulhijah salah satu bukti keimanan adalah berkurban. Secara social kurban sangat dirasakan manfaatnya oleh fakir miskin dan mereka yang membutuhkan. Pantaslah Rasulullah melarang mendekati musholla beliau bagi mereka yang memiliki kemampuan berkurban tetapi tidak mau menunaikannya, sebab di samping sebuah ketaatan berupa ibadah vertikal, kurban juga bersifat horizontal. Inilah keindahan suatu ibadah dalam Islam, terasa manfaatnya oleh manusia.

 

Semoga kita diberikan kemampuan untuk bisa berhaji serta berkurban… Amin ya Mujibas Sa’ilin.

sumber: www.alamanar.co.id