Secara terminologi bahasa, puasa atau sering
disebut juga dengan kata shaum atau shiyam memiliki arti menahan diri (imsak) dari semua
pembatal puasa, yang waktunya dari mulai terbit fajar (thulu’ al-fajr) sampai
tenggelamnya matahari (ghurub asy-syams) disertai niat. (Al-Fiqh al-Manhaji
‘ala Madzhab al-Imam al-Syafi’I rahimahullah, Juz 2 hal. 73, karya DR. Mustofa
Khin, DR. Mustofa al-Bugho dan Ali Syarbaji).
Pada sebagian orang, ada yang keliru
menempatkan istilah imsak yang seolah
dimaknai berbeda dari kata shaum ataupun shiyam. Padahal ketiganya memiliki
arti yang sama, yakni sama-sama berarti menahan diri (dari makan dan minum,
dari mulai terbit fajar hingga tenggelamnya matahari). Kemudian yang menjadi
persoalan, khususnya di Indonesia, kata imsak justru digunakan untuk memberikan peringatan agar berhenti makan dan
minum sebelum terbit fajar (subuh). Sehingga sebagian orang yang tidak paham
seketika menghentikan aktivitas makan dan minum sahurnya bahkan melarang jika ada
yang masih melakukannya.
Ternyata hal ini tidaklah tepat jika dilihat
dari perspektif fikih. Allah subhanahu wata’ala berfirman di dalam QS. Al
Baqarah ayat 187,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ
الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْر
“… Dan makan dan minumlah kalian sampai jelas bagi kalian munculnya benang putih
(fajar shodiq) dari benang hitam (akhir waktu malam)”
Menghentikan atau melarang makan sahur karena
“imsak” hanya berdasar sikap ihtiyat (kehatian) yang sifatnya zhanny, padahal
ini tidak sesuai dengan petunjuk Al-Quran yang mendasarkan imsak pada kejelasan
dan kepastian (حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ).
Rosululloh SAW. pun telah memberikan petunjuk
batas makan sahur itu sampai terdengar adzan subuh dikumandangkan. Beliau SAW.
bersabda,
فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُوم
“…maka makan dan minumlah
kalian sampai Ibnu Ummi Maktum
mengumandangkan Adzan (subuh)”. (HR. Bukhari no. 592 dan
Muslim no.1092 )
Adapun mengenai rentang waktu makan sahur
dengan waktu masuknya adzan subuh, pernah ditanyakan oleh Anas bin Malik kepada
Zaid Bin Tsabit, beliau menjawab:
قَدْرُ خَمْسِينَ أَوْ سِتِّينَ “، يَعْنِي آيَة
“sekitar (masa membaca) 50 atau 60 ayat”. (HR. Al-Bukhari no. 575,
Al-Tirmidzi, al-Nasa’I, Ahmad, dll). Ini kira-kira 10-15
menit. Karena itu, ada anjuran dari baginda Nabi SAW. untuk
mengakhirkan waktu sahur.
بكِّروا بالإفطارِ، وأخِّروا السحورَ
“Bersegeralah berbuka dan akhirkanlah sahur” (HR. Ibn Adi 6/323. Ada kelemahan
dlm sanadnya tetapi memiliki syawahid sehingga naik derajatnya menjadi hadis
hasan. Disebutkan dlm Silsilah Ahadis Sahihah oleh Syaikh Al-Albani no. 1773)
Dari penjelasan dan dalil-dalil di atas, maka tidak ada larangan bagi orang yang ingin Sahur untuk
makan dan minum selama belum tiba adzan subuh dikumandangkan. Bahkan
kita dianjurkan untuk mengakhirkan waktu sahur sebelum subuh. Adapun seruan-seruan
“waktu imsak” di masjid, mushola, maupun media televisi yang sering kita dengar
sebelum waktu subuh tiba, hanyalah sebatas peringatan (kehati-hatian), dimana
istilah ini seharusnya lebih tepat disebut sebagai “tanbihun”
(peringatan) dan bukan meminjam kata "imsak", sehingga
memungkinkan timbulnya salah pengertian di kalangan umat.
Wallahu a’lam bisshowaab.
Komentar