Selepas Ramadhan Pergi

Selesai sudah. Tamu mulia itu telah tiba
masanya meninggalkan kita. Meninggalkan jejak keindahan yang telah kita akrabi
bersamanya selama satu bulan. Bulan yang penuh dengan keberkahan, penuh rahmat
serta ampunan. Setiap kita berlomba-lomba memanfaatkan moment spesial yang
tidak kita dapati di bulan-bulan lainnya. Seketika itu, kuantitas ibadah sholat
kita jadi meningkat, kuantitas sedekah kita menjadi bertambah, bacaan qur’an
kita khatam berkali-kali, begitu mengagumkan! Tiba-tiba, setiap kita bagaikan menjadi
hamba-hamba yang begitu dekat dengan Robb-Nya. Tapi.... benarkah demikian...???
Memprioritaskan Kualitas Ketimbang
Kuantitas
Ketika kita berbangga-bangga dengan
kuantitas ibadah yang kita lakukan selama ramadhan, ternyata banyak dari kita
terlupa akan kualitas ibadah yang seharusnya jadi prioritas.
Dan yang menjadi tolak ukur kualitas amal ibadah kita selama ramadhan adalah
justru dilihat selepas ramadhan. Disinilah yang bisa membuktikan, apakah ibadah
ramadhan yang dilakukan telah mampu menjadikan kita menjadi hamba
Robbani, ataukah sekedar menjadi hamba Ramadhani setahun sekali??
Baca Lainnya :
Coba perhatikan sekitar kita setelah
ramadhan berlalu. Apakah nuansanya masih sama? Apakah gairah beribadah kita
masih bergelora? Apakah dirumah kita ada kelanjutan sekedar kumpul makan
bersama keluarga? Masihkah dinding-dinding ruang bergetar oleh merdunya bacaan
qur’an? Masihkah karpet permadani dan sajadah menghampar sebagai tempat kita
bersimpuh serta bersujud sekeluarga?
Kenyataan yang banyak terjadi, boleh
membuat hati kita menjadi miris! Sebab, nuansa keindahan ramadhan lambat laun
seperti tidak meninggalkan bekas. Ketika kesibukan mulai melingkari diri
sedemikian hebatnya, ketika hiruk pikuk dunia kembali mencabar keangkuhan
sedemikian garangnya, maka seolah-olah tak ada lagi kelonggaran ataupun ruang
untuk beribadah dan beramal sholih. Ramadhan pergi, maka ruh kita pun kembali
berpuasa lagi... Innalillahi...
Bulan Syawal ini adalah kelanjutan dari
Bulan Ramadhan. Sehingga makna dari bulan Syawal itu seharusnya adalah peningkatan dari
bulan sebelumnya (Ramadhan). Dimana orientasi dari ibadah yang dilakukan selama
bulan Ramadhan tidak lain adalah pencapaian derajat “Taqwa”. Coba kita
renungkan, jika setiap kita berhasil lulus menggapai gelar taqwa, maka niscaya
gairah ibadah kita akan terus meningkat. Masjid serta mushola akan selalu ramai
dan lebih hidup, rumah dan lingkungan sekitar kita penuh cahaya keberkahan,
bahkan “problem sosial” pun akan teratasi lantaran setiap orang semakin
menyadari pentingnya berinfaq dan bersedekah.
Tradisi Mudik di Bulan Syawal
Khusus di Indonesia dan juga umumnya di
negeri-negeri tetangga dan sekitarnya, ada tradisi atau kebiasaan unik ketika
tiba bulan Syawal selepas Ramadhan, yaitu tradisi “mudik” atau “pulang
kampung”. Ini adalah tradisi setahun sekali memanfaatkan libur hari raya untuk
menyambung tali silaturahim, kembali berkumpul bersama keluarga tercinta di
kampung halaman. Jarak tempuh yang jauh tak jadi halangan, dana tabungan
terkuras tak jadi penyesalan. Itu semua dilakukan demi untuk bisa jatuh
bersimpuh di kaki ayah bunda ataupun pusaranya. Atau demi melepas rindu pada
anak istri yang telah ditinggal bekerja setahun lamanya. Nuansa Syawal menjadi
begitu indah mengharukan, sekaligus penuh air mata kebahagiaan dan keceriaan.
Tradisi mudik yang setahun sekali ini menjadi salah satu motivasi kebanyakan
orang yang tengah berjuang mendulang nasib di tanah perantauan. Mereka rela
berlelah-lelah, bersusah payah mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya, yang
salah satu tujuannya adalah untuk bekal pulang kampung saat hari raya tiba.
Barangkali lantaran hal inilah yang
menyebabkan sebagian orang hanya berhasil menjadi hamba Ramadhani. Karena
selepas Ramadhan mereka kembali disibukkan oleh rutinitas kerja setahun
lamanya.
Padahal seharusnya, momentum bulan
Ramadhan menjadi wasilah (sarana) bagi setiap kita untuk memperbaiki kualitas
ibadah, sekaligus membentuk jiwa raga menjadi manusia-manusia Rabbani, dan
bukan sekedar menjadi manusia Ramadhani setahun sekali!
Bulan Ramadhan seharusnya dijadikan
sebagai sarana pelatihan dan pembiasaan beribadah yang maksimal. Pintu-pintu
taubat yang dibuka selebar-lebarnya oleh Allah SWT. menjadi kesempatan terbaik
untuk mensucikan diri dari noda dosa yang pernah dilakukan. Sehingga meskipun Ramadhan
telah berlalu, jiwa raga kita tetap dalam kondisi bersih, dan amal ibadah kita
juga tetap terjaga, baik kuantitas maupun kualitasnya. Maka jadilah kita
tergolong hamba-Nya yang bertaqwa. Yang tetap istiqomah dalam kancah kebaikan
dan kepatuhan, sebagai bekal mudik kita yang sebenarnya, yakni mudik ke
kampung akhirat, kampung tempat kita kembali yang sebenar-benarnya. Allah
Ja’ala jalalu berfirman:
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ
عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِين
