بسم الله الرحمن الرحيم
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ
وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا
لَمْ يَعْلَمْ.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha
Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
(QS Al-‘Alaq (96) : 1-5)
Semua ulama sepakat bahwa surat
ini termasuk makkiyah dan turun di Mekkah, tidak ada satu ayatpun yang termasuk
madani. Lima ayat pertamanya turun bersamaan dengan awal permulaan wahyu kepada
Rasulullah Saw Ketika beribadah di gua hiro berdasarkan ajaran Nabi Isma’il dan
Nabi Ibrahim ‘alaihimassalam.
Setelah turunnya 5 ayat
tersebut wahyu sempat terhenti. Terdapat beberapa pendapat mengenai lamanya
fase tersebut. Ada yang berpendapat bahwa wahyu terhenti selama 40 hari, 6
bulan, dua tahun, dua setengah tahun, tiga tahun. Tidak ada riwayat shahih
mengenai lamanya fase tersebut, namun yang perlu kita Yakini bahwa fase
tersebut betul terjadi. (Ma’arij al-Tafakkur, juz 1, hal.31)
Penjelasan
1.
Mayoritas ulama menyebutkan kalau 5 ayat
pertama di surat Al-‘Alaq ini adalah wahyu pertama.
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ
الْمُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ : أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي
النَّوْمِ فَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ
ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلَاءُ وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ
فِيهِ وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ
إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ
فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ
فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ اقْرَأْ قَالَ مَا أَنَا بِقَارِئٍ قَالَ فَأَخَذَنِي
فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ
قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ
مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ
فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ : اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ
وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
Dari Aisyah -Ibu Kaum Mu'minin-, bahwasanya dia
berkata: "Permulaaan wahyu yang datang kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah
Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau
dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua Hiro dan
bertahannuts yaitu 'ibadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum
kemudian kembali kepada keluarganya guna mempersiapkan bekal untuk bertahannuts
kembali. Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya
datang Al Haq saat Beliau di gua Hiro, Malaikat datang seraya berkata:
"Bacalah?" Beliau menjawab: "Aku tidak bisa baca". Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan
memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi:
"Bacalah!" Beliau menjawab: "Aku tidak bisa baca". Maka
Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan
berkata lagi: "Bacalah!". Beliau menjawab: "Aku tidak bisa
baca". Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya
dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah)."
فَرَجَعَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُفُ فُؤَادُهُ فَدَخَلَ عَلَى خَدِيجَةَ بِنْتِ
خُوَيْلِدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقَالَ زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي فَزَمَّلُوهُ
حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ فَقَالَ لِخَدِيجَةَ وَأَخْبَرَهَا الْخَبَرَ
لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي فَقَالَتْ خَدِيجَةُ كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ
اللَّهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ
الْمَعْدُومَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
فَانْطَلَقَتْ بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ
أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى ابْنَ عَمِّ خَدِيجَةَ وَكَانَ امْرَأً قَدْ
تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعِبْرَانِيَّ
فَيَكْتُبُ مِنْ الْإِنْجِيلِ بِالْعِبْرَانِيَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ
يَكْتُبَ وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ فَقَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ يَا
ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنْ ابْنِ أَخِيكَ فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ يَا ابْنَ أَخِي
مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
خَبَرَ مَا رَأَى فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي نَزَّلَ
اللَّهُ عَلَى مُوسَى يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا لَيْتَنِي أَكُونُ حَيًّا إِذْ
يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَوَمُخْرِجِيَّ هُمْ قَالَ نَعَمْ لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ
بِهِ إِلَّا عُودِيَ وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا
ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْيُ
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kembali
kepada keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah.
Beliau menemui Khadijah binti Khuwailidh seraya berkata: "Selimuti aku,
selimuti aku!". Beliau pun diselimuti hingga hilang ketakutannya. Lalu
Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khadijah: "Aku
mengkhawatirkan diriku". Maka Khadijah berkata: "Demi Allah, Allah
tidak akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung
silaturrahim." Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk bertemu dengan
Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul 'Uzza, putra paman Khadijah, yang
beragama Nasrani di masa Jahiliyyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibrani,
juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa Ibrani dengan izin Allah. Saat itu
Waroqoh sudah tua dan matanya buta. Khadijah berkata: "Wahai putra
pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu ini".
Waroqoh berkata: "Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami".
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menuturkan peristiwa yang dialaminya.
Waroqoh berkata: "Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan
kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu
nanti diusir oleh kaummu". Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bertanya: "Apakah aku akan diusir mereka?" Waroqoh menjawab:
"Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti
apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada
saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku".
Waroqoh tidak mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu
meninggal dunia pada masa fatroh (kekosongan) wahyu. (HR Bukhari no. 3)
2.
Pada 5 ayat pertama surat al-‘Alaq ini belum
ada perintah dakwah, melainkan sebatas peringatan dan persiapan bagi ayat-ayat
berikutnya yang menggambarkan fenomena penentangan orang-orang zalim terhadap dakwah Nabi Muhammad Saw.
(Al-Tafsir al-Hadis, Vol 1/317)
3.
Terdapat tiga tema utama pada surat ini :
Pertama, anjuran mencari ilmu melalui berbagai wasilah yang Allah berikan kepada manusia, serta memungkinkan untuk dimanfaatkan. Yang paling penting dari semua itu ialah qiroah (membaca) apa yang telah tertuang dalam khazanah keilmuan islam yang berkenaan dengan pengetahuan duniawi dan ukhrowi. Sebaik-baik metode perekaman tersebut adalah dengan cara menulis.
Kedua, penjelasan akan sebab diutusnya rosul kepada
manusia yang ditutup oleh rosul terakhir Muhammad saw. yaitu:
1)
manusia ketika tidak merasa butuh siapapun dan
tidak merasa perlu tahu akan sebab keberadaannya di dunia maka dia akan
bertindak sewenang-wenang, dan kesewenang-wenangannya akan menutupi
pandangannya, menjadikannya mengingkari tuhannya, mengingkari kebenaran,
berbuat zalim, melampaui batas, dan menghiasi kezalimannya dengan kata-kata manis.
2)
manusia tidak dapat mengetahui dengan
sendirinya akan kehidupan akhirat berikut dengan hisab, pengadilan akhirat,
penunaian ganjaran berupa surga ataupun neraka. Sekalipun akal manusia dapat
membenarkan keberadaannya, namun gambaran, unsur-unsur dan bagaimana itu
terjadi hanya dapat diketahui melalu risalah langit yang disampaikan melalui
rosulullah.
Ketiga, ada empat jenis manusia ketika dihadapkan
dengan kebenaran risalah yang dibawa oleh Rosulullah saw :
1)
orang yang membenarkan risalah dan
menjadikannya hidayah bagi dirinya sendiri tanpa mendakwahkannya.
2)
orang yang membenarkan risalah dan
mendakwahkannya, serta bertindak amar ma’ruf dan nahi munkar.
3)
orang yang mendustakan risalah rosul, enggan
taat kepada Allah, tanpa mendakwahkan kebatilan.
4)
orang yang mendustakan risalah rosul serta
mendakwahkan kebatilan, melarang amalan shalih sembari mengkampanyekan
keburukan dan dosa. Surat al-‘Alaq di satu sisi menjadi janji manis bagi jenis
manusia pertama dan kedua, sementara di sisi lain menjadi ancaman bagi jenis
manusia ketiga dan keempat. (Ma’arij al-Tafakkur, vol 1, hal 40)
(Bersambung)
Komentar