Terbit

Terbenam

icon

Edisi 3 Kajian Tafsir Tartibun Nuzul Quran Surat Al Alaq Ayat 1 5 Bagian 2

img
Tafsir
19 Maret 2024
Edisi 3 Kajian Tafsir Tartibun Nuzul | Quran Surat Al Alaq Ayat 1-5 (Bagian 2)

 

بسم الله الرحمن الرحيم

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

(QS Al-‘Alaq (96) : 1-5)

 

Pada 5 ayat pertama pada surat ini belum ada perintah dakwah, melainkan sebatas peringatan dan persiapan bagi ayat-ayat berikutnya yang menggambarkan fenomena penentangan para Orang-orang  zalim terhadap dakwah Nabi Muhammad Saw. (Al-Tafsir al-Hadis, Vol 1/317)

 

Penjelasan

Penjelasan Mufradat

 

إقرأ

Berasal dari kata qara`a yang secara harfiyah berarti menghimpun. Disebutkan sebanyak tiga kali, masing-masing pada surat Al-Isra` (17) : 14, Al-‘Alaq (96) : 1&3), sedangkan dalam bentuk yang berbeda terulang 17 kali selain kata Al-Qur`an yang terulang 70 kali. (Lihat Tafsir Al-Qur`an karya M. Quraish Shihab, 1999 : 78-79)

إسم

Ismun ada dua pengertian, as sumuw berarti tinggi dan as simat berarti tanda. Maksudnya adalah bahwa sebuah nama adalah sebuah tanda dan nama itu ingin selalu ditinggikan.

 

رب

Ibnu Faris berkata, “Kata Rabb menunjukkan beberapa arti pokok, yang pertama: memperbaiki dan mengurus sesuatu. Maka ar-Rabb berarti yang menguasai, menciptakan dan memiliki, juga berarti yang memperbaiki/mengurus sesuatu. (Kitab “Mu’jamu maqaayiisil lughah” (2/313)

 

Ibnul Atsir berkata, “Kata ar-Rabb secara bahasa diartikan pemilik, penguasa, pengatur, pembina, pengurus dan pemberi nikmat. Kata ini tidak boleh digunakan dengan tanpa digandengkan (dengan kata yang lain) kecuali untuk Allah Ta’ala (semata), dan kalau digunakan untuk selain-Nya maka (harus) digandengkan (dengan kata lain), misalnya: rabbu kadza (pemilik sesuatu ini). (Kitab “an-Nihaayah fi gariibil hadits wal atsar” (2/450)

 

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullaahu ta’ala menjelaskan, Rabb adalah dzat yang terkumpul pada dirinya tiga sifat sekaligus; pencipta (al-khâliq), pemilik/penguasa (al-mâlik) dan pengatur (al-mudabbir). (Lihat: Tafsîr ath-Thabary (I/142-143)

 

خلق

Kata خَلَقَ  diartikan sebagai : menumbuhkan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya (menciptakan). Lafadh خَلَقَ  biasa digunakan hanya untuk Allah, lafadh ini sama artinya dengan lafadh الخاَلِقُ  dan الخَلاَّقُ  dapat ditemukan dalam al-Qur’an dalam term yang berbeda-beda. (Lisanul-Arab 10/85)

 

الإنسان

Kata insan yang diterjemahkan dengan manusia terambil dari kata unsun yang berarti senang, jinak dan harmonis, atau ia terambil dari akar kata nisyun yang berarti lupa, ada juga yang berpendapat bahwa ia berasal dari kata nausun yang berarti pergerakan atau dinamika. (Lihat Tafsir Al-Qur`anul-Karim karya Quraish-Shihab, 1999 : 87)

 

علق

Menurut Quraish Shihab (Tafsir Al-Qur’anul-Karim, 1999 : 90), kata ‘Alaq memiliki tiga makna:

 

1.  Darah yang membeku,

2.  Makhluk yang hitam seperti cacing yang terdapat di dalam air. Bila air itu diminum oleh binatang, maka makhluk itu menyangkut di kerongkongan.

3.  Bergantung atau berdempet.

 

Profesor Moore menjelaskan bahwa perkataan 'alaqah mempunyai tiga arti; pertama, lintah. Arti kedua, barang yang mengambang atau menempel, dan yang ketiga, segumpal darah. Dalam membandingkan lintah air tawar dengan embrio dalam tingkat 'alaqah ia menyimpulkan bahwa keduanya mempunyai kenampakan yang sangat mirip. Ia selalu menunjukkan gambar embrio berdampingan dengan gambar lintah dan menunjukkan kepada para ilmuan dalam beberapa konferensi. Embrio dipersamakan dengan lintah karena keduanya sama-sama menempel dan menghisap darah. Arti kedua 'alaqah adalah barang yang mengambang atau menempel yang kita dapat melihat bahwa dalam fase ini embrio menempel pada uterus (rahim) ibu. Arti ketiga adalah gumpalan darah.

 

Profesor Moore menyebutkan bahwa embrio pada fase 'alaqah ini mengalami proses internal, seperti pembentukan darah dalam tabung-tabung tertutup dan karena itulah embrio memperoleh segumpal darah, sebagaimana tambahan terhadap bentuk lintah. Kedua pernyataan ini cukup digambarkan Al Qur'an dengan 'alaqah', satu ungkapan yang sangat tepat. (disarikan dari http://jalansufi.com/Bukti-Kebenaran-Al-Quran)

 

Penjelasan akan penciptaan manusia di atas, sebagaimana diketahui merupakan mukjizat ilmiah yang baru dapat dibuktikan oleh ilmu sains beberapa abad setelah turunnya al-Qur’an setelah sebelumnya berkembang teori-teori yang simpang siur akan penciptaan manusia. Namun demikian, tujuan Al-Qur’an menjelaskan fenomena tersebut bukanlah sebatas informasi pengetahuan belaka, namun yang lebih utama dari itu adalah peringatan terhadap manusia bahwa diantara bukti kekuasaan Allah swt adalah bagaimana Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang indah padahal bermula dari sesuatu yang tidak berarti. (Al-Tafsir al-Hadis, Vol 1/318)

 

Penjelasan

فأول شيء )نزل( من القرآن هذه الآيات الكريمات المباركات. وهُنَّ أول رحمة رَحم الله بها العباد، وأول نعمة أنعم الله بها عليهم. وفيها التنبيه على ابتداء خلق الإنسان من علقة، وأن من كَرَمه تعالى أن عَلّم الإنسان ما لم يعلم، فشرفه وكرمه بالعلم، وهو القدر الذي امتاز به أبو البرية آدم على الملائكة، والعلم تارة يكون في الأذهان، وتارة يكون في اللسان، وتارة يكون في الكتابة بالبنان، ذهني ولفظي ورسمي، والرسمي يستلزمهما من غير عكس، فلهذا قال: )اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ(

 

Mula-mula wahyu Al-Qur`an yang diturunkan adalah ayat-ayat yang mulia lagi diberkahi ini. Ayat-ayat ini merupakan permulaan rahmat yang diturunkan oleh Allah karena kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya, dan merupakan ni’mat yang mula-mula diberikan oleh Allah kepada mereka. Di dalam surat ini terkandung peringatan yang menggugah manusia kepada asal mula penciptaan manusia, yaitu dari ‘alaqah. Dan di antara kemurahan Allah swt ialah Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Hal ini berarti Allah telah memuliakan dan menghormati manusia dengan ilmu. Dan ilmu merupakan bobot tersendiri yang membedakan Abul-Basyar (Adam) dengan malaikat.

 

Ilmu itu ada kalanya berada di hati, di lisan, dan ada kalanya dalam tulisan tangan. Berarti ilmu mencakup tiga aspek, hati, lisan dan tulisan. Sedangkan yang di tulisan membuktikan adanya penguasaan pada kedua aspek lainnya, tetapi tidak sebaliknya. Karena itulah Allah ta’ala berkalam,

 

اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ.

“Bacalah, dan Rabb-mu yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidk diketahuinya”. (QS Al-‘Alaq (96) : 3-5) (Ibnu Katsir, 4/ 437)

Perintah qiro’ah (membaca) yang dimaksud adalah tilawah (melantunkan) wahyu yang Allah turunkan, lalu memperhatikan misi agung yang Allah taruh di Pundak Nabi Muhammad Saw. Serta agar Allah swt senantiasa ada dalam fikiran seorang hamba, dan senantiasa ingat Allah dalam berbagai urusan.

 

Selain itu,  ini juga menjadi sugesti bagi manusia agar tidak berpaling kepada selain Allah, sehingga dengannya seseorang tidak akan merasa dihantui oleh marabahaya duniawi, karena kehidupannya, kebutuhannya, dan harapannya tidak terikat kepada selain Allah, Rabb yang mengatur dan memelihara makhluk Nya. (al-Tafsir al Hadis vol.1/ 317)

 

Ayat ini mengisyaratkan sanjungan al-Qur’an akan qiroah (membaca), kitabah (menulis) dan ‘ilm (mengilmui), serta sanjungan bagi orang-orang yang dikaruniai tiga kenikmatan tersebut. Al-Qur’an mengawali dengan tiga kenikmatan tersebut seakan-akan ingin menjadikan ketiganya sebagai muqoddimah (awal permulaan) kenikmatan yang Allah karuniakan kepada manusia yang harus disyukuri dan diusahakan.

 

Dengan demikian Al-Qur’an merupakan suatu kitab yang menyeru manusia agar banyak mencari tahu, membaca, dan menulis. Seruan yang mencakup laki-laki dan Perempuan. (Al-Tafsir al-Hadis, Vol 1/317)

Allah ‘azza wa jalla yang menganugerahkan ilmu kepada manusia melalui qalam. Mengajarkan ilmu dengan qalam meliputi tiga hal: (1) memikirkan, (2) mengajarkan lafal Al-Qur’an, (3) mengajarkan cara menulisnya. (Lihat At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil – Tafsir Juz ‘Amma, 2:430).

 

وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur”. (QS An-Nahl (16) : 78)

 

Syekh Sbdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullaahu ta’ala mengatakan,

 

أَيْ: هُوَ الْمُنْفَرِدُ بِهذِهِ النِّعَمِ حَيْثُ (أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا) وَلَا تَقْدُرُوْنَ عَلى شَيْءٍ ثُمَّ إِنَّهُ (جَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ) خَصَّ هذِهِ الْأَعْضَاءَ الثَّلَاثَةَ، لِشَرَفِهَا وَفَضْلِهَا وَلِأَنَّهَا مِفْتَاحٌ لِكُلِّ عِلْمٍ، فَلَا وَصَلَ لِلْعَبْدِ عِلْمٍ إِلَّا مِنْ أَحَدِ هذِهِ الْأَبْوَابِ الثَّلَاثَةِ

“Ini nikmat tersendiri yang dikaruniakan ketika ‘Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun’,  kalian tidak memiliki kemampuan apapun, Allah ta’ala menyempurnakannya ‘dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur.’ Allah ta’ala mengkhususkan tiga hal ini (pendengaran, penglihatan, dan hati) untuk memuliakannya, mengutamakannya, dan ketiga hal ini adalah pintu seluruh ilmu. Seseorang tidak akan mencapai suatu ilmu kecuali melalui tiga pintu ini. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 420).

 

Dalam atsar disebutkan,

قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابَةِ

"Ikatlah ilmu dengan tulisan." (HR Al Hakim dalam Al Mustadrok 1: 106. Dihasankan oleh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 2026).

 

Dalam atsar lainnya juga disebutkan,

 

مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ وَرَثَهُ اللهُ عِلْمَ مَا لَمْ يَكُنْ يَعْلَمُ

"Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang ia ketahui, maka Allah akan memberikan dia ilmu yang ia tidak ketahui." (HR Abu Nu'aim dalam Hilyatul Awliya', 10: 15. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini maudhu' atau palsu. Lihat As Silsilah Adh Dho'ifah no. 422)

  

Ayat-ayat ini memotivasi kita untuk belajar. Mendorong kita untuk menuntut ilmu. Banyak faedah yang kita dapatkan dari menimba ilmu.

 

Sebagai seorang muslim yang menjadi pelanjut cerita, penerus perjuangan para pejuang terdahulu, maka ilmu adalah modal utama, mengemban amanah ini.

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz radhiyallaahu ‘anhu mengutarakan,

 

مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ

“Siapa yang beribadah kepada Allah tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang ia perbuat lebih banyak daripada maslahat yang diperoleh.” (Majmu’ Al Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2: 282)

 

Dakwah ini adalah ibadah, bahkan Rasulullaah menyebutnya para da’i sebagai khairu ummah, maka agar dakwah ini bernilai, seyogyanya berdiri di atas ilmu.

 

Hasan Bashri rahimahullaahu ta’ala berkata,

 

الْعَامِلُ عَلَى غَيْرِ عِلْمٍ كَالسَّالِكِ عَلَى غَيْرِ طَرِيْقٍ, وَالْعَامِلُ عَلَى غَيْرِ عِلْمٍ مَا يُفْسِدُ اكْثَرُ مِمَّا يُصْلِحُ فَاطْلُبُوا الْعِلْمَ طَلَبًا لَا تَضُرُّوْا بِالْعِبَادَةِ وَاطْلُبُوا الْعِبَادَةَ طَلَبًا لَا تَضُرُّوْا بِالْعِلْمِ

Beramal tanpa ilmu itu seperti berjalan di luar jalur. Orang yang beramal tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkannya akan lebih banyak daripada kebaikan yang diraih. Maka carilah ilmu dengan tidak mengganggu ibadah, dan beribadahlah dengan tidak mengganggu mencari ilmu.” (Miftaah Daaris Sa’aadah1/83)

 

Ibnul Jauzi rahimahullaahu ta’ala mengingatkan,

 

اِعْلَمْ أَنَّ أَوَّلَ تَلْبِيْسِ إِبْلِيْسَ عَلَى النَّاسِ صَدَّهُمْ عَنِ الْعِلْمِ لِأَنَّ الْعِلْمَ نُوْرٌ فَإِذَا أَطْفَأَ مَصَابِيْحَهُمْ خَبَطَهُمْ فِي الظُلَمِ

“Ketahuilah bahwa, perangkap iblis pertama atas manusia adalah menghalangi mereka menuntut ilmu agama, karena ilmu adalah cahaya, apabila telah padam lentera-lentera mereka maka dengan mudah iblis menjerumuskan mereka dalam kegelapan.” (Talbis Iblis, hal. 283)

 

(Bersambung)
quote
Barangsiapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.

- Hadits Rasulullah SAW

Komentar

Tuliskan komentar