MAKNA HAJI SECARA SYARI’AT
Banyak orang beranggapan bahwa haji itu merupakan tuntutan rukun Islam yang ke lima yang harus dicapai oleh setiap seorang hamba Allah sebagai penyempurna seluruh amalan ibadah dan harus dilakukan sampai menuju tempat yang dimaksud yaitu Mekah Al-Mukarramah.
Walaupun harus menunggu waktu yang sangat panjang sampai bertahun-tahun lamanya dengan menabung agar tercapai jumlah uang sesuai dengan standar biaya haji yang yang sudah ditentukan Depag khususnya di Indonesia.
Hal tersebut memberikan kesan bahwa haji itu harus ditempuh dengan biaya yang sangat mahal sehingga tidak semua orang bisa melakukannya apalagi dikalangan orang-orang yang memang punya penghasilan pas-pasan.
Dengan melihat kondisi tersebut tidak heran jika seandainya banyak orang dan lembaga-lembaga tertentu bahkan lembaga pemerintah sendiri yang seharusnya menjadi fasilitator sebagai prioritas utama yang harus mengedepankan kepentingan umat.
Ini malahan dengan sengaja mencari keuntungan dan memanfaatkan situasi dan kondisi dengan berdalih ingin menolong dan mempermudah perjalanan haji & umroh ke baitullah.
Dengan berbagai iming-iming promosi & fasilitas perjalanan yang begitu mempesona dan menarik ditambah dengan dalil-dalil keindahannya pahala dan ganjaran sorga menambah keyakinan semua orang terutama bagi mereka yang berduit karena terpukau agar bisa bermanasik walaupun harus rela berjubel menunggu antrian yang sangat panjang.
Ini sebuah kenyataan yang sengaja dibuat..? atau karena ketidak pahaman terhadap syari’at..?
Tapi kalo mereka memang paham terhadap syari’at harusnya fasilitas yang diberikan lebih memudahkan dan meringankan karena ini adalah perkara ibadah yang tidak boleh menjadi beban apalagi sampai memberatkan bahkan tidak sedikit yang menjadi korban penipuan dan kepentingan.
Dan seharusnya kalau memang mengerti dan paham syari’at tentu saja bukan hanya urusan haji saja yang harus diperhatikan termasuk urusan ibadah yang lainnya.
Karena sejatinya haji merupakan implementasi dari kesempurnaan perjalanan syari’at secara menyeluruh yaitu bagaimana merubah sebuah tatanan kehidupan peradaban manusia agar sesuai dengan fitrah-Nya.
Sebuah uswatun hasanah (teladan terbaik) yang dilakukan oleh khalilullaah Ibrahim As sebagai imamnya umat manusia ( اني حالك للناس امام ) dan Ismail As sebagai anak yang sholeh yang penyabar atau keturunan yang menjadi harapan dan impian (اني اراك فى المنام ), juga umu linnaas (bundanya umat manusia) syaidatuna Hajar radhiallahu ‘anha.
Haji adalah merupakan rukun Islam yang terakhir sebagai penyempurna seluruh amal ibadah kita (pengabdian seorang hamba) kepada Allah Azza wa Jalla agar bisa memiliki jiwa dan kepribadian yang mulia (Khuluqin ‘Azhim).
Haji hakekatnya adalah merupakan pengabdian seorang hamba seutuhnya tanpa merasa memiliki sekecil biji zarahpun (titik atom) atas segala nikmat dan karunia yang Allah berikan, baik berupa ilmu, harta, kedudukan, wajah yang rupawan, anak², pasangan hidup, kehormatan dan kemuliaan melainkan itu semua adalah merupakan titipan dan amanah yang harus dipertanggungjawabkan sebagai bekal dan jalan kebaikan menuju sorga-Nya.
Haji adalah merupakan representasi dalam menjalankan dua kalimat syahadat untuk mengabdikan diri secara sempurna (totalitas) kepada Allah dengan cara menjalankan Aturan² dan Hukum²Nya (Rabbi An-naas), Kekuasaan-Nya (Malik An-naas), Penyembahan-Nya (Ilaahi An-naas).
Demikian yang dimaksud dengan kalimat :
اشهد ان لا اله الا الله
*Aku bersaksi* (maknanya berkewajiban menjalankan seluruh syari’at-Nya) *tiada Ilaah* (menolak segala jenis hal untuk mengabdi) *melainkan* (hanya menjalankan semua perintah & semua larangan-Nya) *Allah*.
واشهد ان محمد ارسول الله
Dan Aku bersaksi (maknanya berkewajiban menjalankan semua perjalanan sunnahnya) bahwa Muhammad adalah utusan Allah (yang harus ditiru dan sekaligus melanjutkan perjuangan risalah kepemimpinannya untuk generasi selanjutnya sampai dunia ini berakhir)
يَوۡمَ نَدۡعُوۡا كُلَّ اُنَاسٍۢ بِاِمَامِهِمۡۚ فَمَنۡ اُوۡتِىَ كِتٰبَهٗ بِيَمِيۡنِهٖ فَاُولٰۤٮِٕكَ يَقۡرَءُوۡنَ كِتٰبَهُمۡ وَلَا يُظۡلَمُوۡنَ فَتِيۡلًا ٧١
(Ingatlah), pada hari (ketika) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya; dan barangsiapa diberikan catatan amalnya di tangan kanannya mereka akan membaca catatannya (dengan baik), dan mereka tidak akan dirugikan sedikit pun.
وَمَنۡ كَانَ فِىۡ هٰذِهٖۤ اَعۡمٰى فَهُوَ فِى الۡاٰخِرَةِ اَعۡمٰى وَاَضَلُّ سَبِيۡلًا ٧٢
Dan barangsiapa buta (hatinya) di dunia ini (mengenai kepemimpinan), maka di akhirat dia akan buta dan tersesat jauh dari jalan (yang benar).
*(QS. Al-Isra 17 : 71, 72).*
Haji arti secara bahasa adalah pendatang atau tamu Allah, dan secara makna adalah pendatang yang hanya diberikan tempat tinggal sementara diatas tanah atau buminya Allah SWT (Baitu Allah/ rumah Allah).
Oleh karenanya makna Haji yang sesungguhnya itu bukanlah sebuah gelar atau jabatan, bukan juga jauhnya jarak yang harus ditempuh dengan persiapan fisik dan pesak (uang yang dikumpulkan) akan tetapi sejatinya haji merupakan tingkatan perjalanan syari’at yang harus diperoleh oleh setiap muslim agar mencapai titik kesempurnaan tingkatan keimanan hingga mencapai derajat takwa.
*10 Tingkatan Keimanan tersebut adalah :*
1. Ilmu (العلم)
2. Yakin (اليقين)
3. Menerima (القبول)
4. Taat/patuh (الانقياد)
5. Jujur ( الصدق)
6. Ikhlas (الإخلاص)
7. Cinta (المحبة)
8. Sabar (الصبر)
9. Syukur (الشكور)
10. Berjiwa Tenang (المطمانة)
1. *Ilmu* maknanya meniadakan kejahilan (bodoh)
2. *Yakin* meniadakan keragu-raguan
3. *Menerima* meniadakan sikap menentang
4. *Patuh* meniadakan sikap meninggalkan & penghianatan
5. *Jujur* meniadakan kebohongan
6. *Ikhlas* meniadakan perbuatan syirik dan riya’
7. *Cinta* meniadakan kebencian
8. *Sabar* pengendalian nafsu
9. *Syukur* meniadakan sifat keluh kesah (sakti mandraguna).
10. *Muthma’innah* meniadakan segala sifat kekhawatiran (gegana).
Proses perjalanan haji yang pertama setelah hilal ihram (batasan yang tidak boleh melakukan sesuatu diluar ibadah) adalah thawaf (berputar/ mengelilingi) yang akan dimulai dari Hajar Aswad, secara syari’at Hajar Aswad merupakan sebuah simbol dari *Kemaluan Wanita* yang satu-satunya tempat suci keluarnya anak manusia.
Oleh karena itu hendaknya setiap orang yang akan melakukan thawaf ketika mencium Hajar Aswad bukan hanya sekedar menjalankan perintah syari’at apalagi jangan sampai diartikan dalam rangka menyembah batu (berhala).
Akan tetapi semua itu memberikan pelajaran yang amat sangat berharga kepada kita sebagai syarat akan makna penghormatan seorang hamba Allah yang dilahirkan dari rahim seorang ibu agar senantiasa mengingat kembali akan jasa pengorbanan dan perjuangannya dalam semua ketulusan cinta sucinya bagi kelahiran jabang bayi dengan darah dan nyawanya.
Sekaligus memperlihatkan tentang segala kekuasaan Allah atas fitrahnya sebagai manusia yang harus memahaminya dengan benar bagaimana dia diciptakan agar menjadi seorang hamba yang pandai mensyukuri segala nikmat-Nya yang begitu sempurna.
وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.
*(QS. An-Nahl 16 : 78)*.
Arti yang sesungguhnya dari *Hajar Aswad* (batu hitam) adalah menunjukan jatidiri seorang ibu yang harus selalu dihormati dan selalu dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya.
*Maqam Ibrahim* menunjukan sebagai sosok pribadi seorang ayah sekaligus sebagai sosok seorang pemimpin yang harus menjadi pengayom dan pelindung serta pemersatu keutuhan sebuah keluarga bahkan seluruh kepentingan umat manusia agar terjalin keharmonisan antara hablun mina Allah dan Hablun mina An-Naas.
*Hijr Ismail* adalah merupakan sebuah simbol seorang anak sholeh yang dilahirkan atas dasar pengabdian yang paripurna dalam menjalankan segala perintah-Nya & larangan-Nya (ketaqwaan).
Seorang anak yang sholeh yang mampu mengangkat derajat, harkat martabat keluarga dan agama Allah (dienullah) juga menjadi pribadi yang unggul tidak bisa tergoda dan terkalahkan seperti lemparannya Ismail kepada setiap bisikan dan godaan syetan laknatullah yang akan menjerumuskan & menggelincirkannya kedalam neraka dengan batu² kerikil keimanan yang kuat.
Dengan demikian ketiga hubungan antar Hajar Aswad, Maqam Ibrahim dan Hijr Ismail merupakan harmonisasi keseimbangan hidup dalam membangun rumah tangga yang sakinah mawadah dan warahmah berdasarkan hukum Allah sebagai syari’at-Nya.
Proses perjalanan thawaf mengajarkan kepada kita tentang arti pentingnya 7 proses penciptaan pada diri manusia dari mulai :
1. Shulalatin min thiin (saripati tanah)
2. Nutfah (air mani)
3. ‘Alaqah (darah yang bergumpal)
4. Mudhghah (daging)
5. ‘Idhamah (tulang)
6. Lahman (tulang yang dibalut daging)
7. Khuluqan Ukhra (makhluk yang diberi bentuk).
*(QS. Al Mu’minun 23 : 12-14)*
Juga mengajarkan kepada kita tentang 7 elemen manusia yang Allah ciptakan :
1. Qalbun (aql)
2. Adzanun (sam’un)
3. ‘Ainun (bashirun)
4. Ra’sun (Imaamun)
5. Jismun (jama’atun)
6. Yadun (yusallimun)
7. Rijlun (qadamun)
Thawaf juga mengajarkan kepada kita tentang 7 nafsu yang dimiliki manusia :
1. Ammarah (النفس الأمارة)
2. Lawwamah (النفس اللوامه)
3. Mulhimah (ألنفس الملهمة)
4. Muthmainnah (النفس المطمئنة)
5. Rodhiyah (النفس الراضية)
6. Mardhiyyah (النفس المرضية)
7. Kaamilah (النفس الكاملة)
Thawaf juga mengajarkan kepada kita tentang 7 proses penciptaan alam semesta:
1. Sabtu, diciptakannya bumi (Ath-thurab)
2. Ahad, diciptakannya gunung (Al Jibaal)
3. Senin diciptakannya pepohonan (Asy-Syajarah)
4. Selasa, diciptakannya sesuatu yang dibenci (Al Makruha)
5. Rabu, diciptakannya cahaya (An-Nuur)
6. Kamis, diciptakannya berbagai binatang melata (Ad-Dawab)
7. Jum’at, diciptakannya Adam as, beserta seluruh makhluk ciptaan-Nya.
*(HR Muslim no. 2789)*.
Thawaf juga mengingatkan kita tentang 7 tingkatan lapisan langit & bumi.
Berputar melawan arah jarum jam artinya bahwa kita harus selalu ingat kembali kepada apa saja yang sudah kita persiapkan & perbaharui untuk bekal menuju ilahi dari setiap kejadian selama sepekan (7 hari) dalam perputaran waktu yang terus berulang kembali setiap hari yang kita lewati.
Dalam Hadits Qudsi Allah SWT berkalam :
قلب المؤمن بيت الله
Hatinya orang yang beriman adalah baitullah (rumah Allah).
Hadits diatas menjelaskan kepada kita bahwa hati orang yang beriman pada hakekatnya adalah tempat bersemayamnya segala sifat-sifat Allah yang harus mampu menunjukan dan memberikan teladan yang mulia dan bijaksana seperti halnya bumi Allah yang terhampar luas bisa memberikan ruang dan waktunya untuk memenuhi segala kepentingan dan segala keperluan sehingga bisa menjadi bernilai dan bermanfaat bagi seluruh makhluk ciptaan-Nya.
Wa Allahu A’lamu..
Semoga bermanfaat.
Komentar