Terbit

Terbenam

icon

Perjalanan Menuju Allah

img
Aqidah
08 Februari 2024
Perjalanan Menuju Allah

Allah SWT berfirman:

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Al-Isrâ` [17] : 1)

Jika kita mencoba memahami kandungan makna yang tersurat dalam ayat diatas bahwa pada dasarnya ayat itu bukan hanya menceritakan tentang perjalanan & perjuangannya seorang nabi Muhammad Saw, untuk mengetahui tabir perjalanan manusia dimasa lampau dan masa yang akan datang dengan berbagai macam peristiwa yang terjadi yang dilakukan oleh manusia ketika didunia.

Rekaman semua kejadian dunia dialam akhirat tentang ganjaran & balasan bagi orang-orang beriman yang beramal sholeh dan gambaran & balasan bagi orang-orang yang mengaku beriman akan tetapi mendustakan serta gambaran & balasan orang-orang yang menolak secara terang-terangan tidak mau diatur dengan aturan yang haq (Dienul Islam).

 Akan tetapi juga merupakan sebuah gambaran yang menjelaskan proses perjalanannya setiap manusia & generasi jaman untuk mencari jati dirinya untuk bisa menemukan tentang siapa Tuhannya.

Maha Suci Allah yang telah memperjalankan seorang hamba-Nya (بِعَبْدِه)

Kalimat isim pada lafadz bi’abdihi ( بِعَبْدِهٖ ) jika dipisahkan huruf b (ب ) sebagai istisna yaitu seorang seorang hamba yang hanya berharap dan bergantung pengabdiannya kepada Dzat yang Maha Suci.

 

Dan lafadz kalimatnya berubah kepada bentuk ashalnya yaitu ‘abdu ( عَبْد ) dalam bentuk nakirah (umum) dengan tambahan H ( هٖ ) dhamir (kata pengganti) dengan hukum mad shilah qashirah sebagai tanda bahwa lafadz ‘abdu disana merupakan perpanjangan tangan Allah. Sehingga kalimat Isim Nakirah yang dimaksud adalah maknanya bukan hanya dikhususkan kepada nabi Muhammad saja, akan tetapi berlaku buat seluruh hamba-hamba Allah dimuka bumi.

 

Jika kalimat Isim nya ma’rifat dengan tambahan alif lam pada lafadz ‘abdu ( عَبْد )  menjadi ( العبد )  berarti kalimat tersebut hanya dikhususkan untuk seorang nabi Muhammad saja dan tidak berlaku buat seluruh hamba-hamba Allah yang lainnya.

 

Proses perjalanan yang dimaksudkan bukan hanya sekedar berpindahnya seorang hamba dari suatu tempat ketempat yang dituju dalam kondisi yang sebenarnya sebagai sebuah mu’jizat (peristiwa yang menakjubkan) yang hanya berlaku bagi nabi dan rasul saja.

 

Akan tetapi kalimat yang dimaksud dalam ayat ini juga mengandung makna metafora (majaz) artinya memiliki makna yang bukan sebenarnya.

 

Dengan demikian ada 3 hal pokok utama manusia untuk melakukan perubahan ketika dia mencari jati dirinya sebagai seorang hamba Allah yaitu: waktu, tempat dan keadaan.

 

Maha Suci Allah yang telah memperjalankan seorang hamba-Nya diwaktu malam ( لَيْلًا )  dari Al-Masjidi Al-Haram ( الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ) menuju Al-Masjidi Al-Aqsa ( الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا ).

 

Dengan makna majaz Malam ( لَيْلًا ) yang dimaksud adalah Kegelapan yang pada dasarnya manusia itu berada dalam Kebodohan artinya belum mengerti mana yang salah ( الباطل) mana yang benar ( الحق).

 

Kebodohan yang dimaksud bukan karena tidak berpengetahuan (intelektual) tetapi karena tidak memiliki Akhlak Yang Mulia dalam mengenal dirinya (معرفة نفس ) dan Aqidah Yang Benar dalam mengenal Tuhannya (معرفة الله ).

 

Ditambah pada saat itu menggambarkan nabi Muhammad saw. tinggal dikota Mekah yang notabene beliau berada dibawah kekuasaan Jahiliyah, dengan kondisi yang teraniaya dan terpenjara dalam sebuah aturan yang bathil sehingga tidak bisa bebas melakukan semua tugas & kewajibannya sebagai hamba Allah yang harus menjalankan segala perintah dan larangan-Nya.

 

Kalimat Isim Ma’rifat pada lafadz Al-Masjidi Al-Haram ( الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ) menunjukan bahwa kalimat itu khusus hanya satu-satunya masjid sebagai tempat sujudnya hamba Allah yang berada dibumi mekah, bukan masjid dalam pengertian secara umum yang sering kita gunakan untuk keperluan sholat ritual.

 

Oleh karena itu makna masjid yang dimaksud adalah bumi mekah yang dijadikan tempat kekuasaannya seorang Abu Jahal (bapaknya kebodohan), untuk mengelola (mengatur) masyarakatnya agar bisa dikendalikan demi untuk mencapai kepentingan pribadi dan golongannya.

 

Makna Al-Haram ( الْحَرَامِ ) artinya secara harfiah adalah yang dilarang dan secara makna artinya yang disucikan, satu istilah tapi memiliki dua pengertian yang berbeda.

 

Secara Harfiah & Maknanya arti Al-Masjidi Al-Haram ( الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ) adalah suatu tempat yang seharusnya dijaga dan dipelihara oleh seorang penguasa (pemimpin) sebagai amanah dari Yang Maha Kuasa & Maha Memiliki dengan baik dan benar sebagai Tempat Suci agar bisa bermanfaat buat semua makhluk hidup.

 

Tetapi justru Bumi Mekah ( الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ) malah digunakan untuk kepentingan pribadi dan dikotori dengan berbagai perbuatan dosa dan kemaksiatan bahkan kemusyrikan karena mengaturnya dengan Hawa Nafsu bukan dengan Wahyu yang Allah turunkan.

 

Oleh karena itu pada dasarnya Allah ciptakan setiap lekuk bumi manapun itu adalah Masjid sebagai tempat dan sarana untuk bersujud dan mengabdi kepada sang pencipta.

 

وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ

Seluruh bumi dijadikan sebagai Masjid dan untuk bersuci. Siapa saja dari umatku yang mendapati waktu salat, maka salatlah di tempat tersebut”. (HR. Bukhari no. 438 dan Muslim no. 521)

 

الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبُرَةَ وَالْحَمَّامَ

“Seluruh bumi adalah masjid, kecuali kuburan dan tempat pemandian”. (HR. Tirmidzi no. 317, Ibnu Majah no. 745, Ad Darimi no. 1390, dan Ahmad 3: 83. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

 

Kemudian Kalimat Ma’rifat pada lafadz Al-Masjidi Al-Aqsa ( الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا ) adalah suatu tempat yang sangat jauh yang harus ditempuh dengan penuh kesabaran dan pengorbanan sebagai bukti keimanan yang benar dan sempurna untuk menuju tempat yang suci (Baitul Muqaddas). Suatu tempat yang akan mengantarkan seorang hamba dan para pengikutnya menuju tempat-tempat yang tinggi hingga menuju Tuhan-Nya untuk menerima sebuah penghargaan dan penghormatan sebagai mahligai kemuliaannya sebagai seorang Hamba Allah untuk menjalankan semua perintah serta larangan-Nya dengan sempurna hingga selamat menjadi seorang Muslim Sejati yang Terpimpin dibawah aturan Allah dan rasul-Nya.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (١٠٢)

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (١٠٣)

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslimuun (muslim yang terpimpin - tafsir Al-Jalalain).

 

Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, Lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat Hidayah (petunjuk hidup)”. (QS. Al-‘Imran 3 : 102-103)

 

Ayat ini menjadi bukti hasil dari hadiah yang teristimewa dalam perjalanan Isra Wa Al-Mi’raj adalah perintah pertama dan utama yaitu SHOLAT (arti harfiah : menyatukan) sebagai simbol Persatuan dalam Kepemimpinan, Tempat Suci, lengkap dengan segenap Aturan yang Benar, antara Imam dan makmumnya, antara pemerintah dan masyarakatnya agar bersatu (berjamaah) dalam kedamaian & kesejahteraan (Al-Islam) dibawah ATURAN Allah sebagai syari’at-Nya.

 

Sehingga dengan sholat yang dimaksud bukan hanya sekedar menjalankan ibadah ritual semata akan tetapi sholat yang terintegrasi dalam sebuah tatanan (aturan) kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara yang akan mencegah segala perbuatan keji dan mungkar. Baldatun thayyibun wa Rabbun ghafur. Sebuah negeri yang aman, damai dan sejahtera serta berada dalam ridho serta ampunan Allah ‘Azza wa Jalla.

 

“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan seorang hamba-Nya diwaktu malam ( لَيْلًا ) dari Al-Masjidi Al-Haram ( الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ) Al-Masjidi Al-Aqsa (الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا ). Yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”

 

Akhir kalimat ayat tersebut merupakan Penyempurna yang menjelaskan bagi siapapun yang mampu menjalani proses perjalanan dalam mengarungi hidupnya terutama yang diamanahi sebagai seorang pemimpin harus mampu merubah perjalanan “waktunya” dengan aturan yang benar.

 

Harus mampu merubah “tempatnya” sebagai wilayah kekuasaannya agar menjadi Gemah Ripah Loh Jinawi (masyarakat dan wilayah yang subur makmur). Toto Tentrem Kerto Raharjo (suatu wilayah yang tertib, tentram, sejahtera, serta berkecukupan segala sesuatunya).

 

Dan juga mampu merubah keadaan yang jahiliyah (kebodohan aqidah) menjadi tempat yang dirahmati Allah SWT.

 

Dengan demikian jika semua proses itu bisa diperjuangkan maka jaminan adalah :


الذي باركنا لنربه من اياتنا انه هو السمع العليم

Kami berkahi sekelilingnya (seluruh bumi) untuk diperlihatkannya (sebagai cahaya kebenaran) sebagai tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”

Dan makna sesungguhnya dari peristiwa besar tentang sejarah isra’ mi’raj itu adalah sebagai gambaran proses perjalanan anak manusia dalam rangka menuju Robb Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana.

(red).

quote
Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.

- QS. Al-Baqarah: 195

Komentar

Tuliskan komentar